Peran Mahasiswa Dalam Menciptakan Politik Kalbar yang Damai
Oleh: Ali Fauzi
(Aktivis PC PMII* Kota Pontianak)
Mahasiswa selalu menjadi bagian terpenting dari perjalanan sebuah bangsa. Roda sejarah demokrasi selalu menyertakan mahasiswa sebagai pelopor, penggerak, bahkan sebagai pengambil keputusan. Hal tersebut telah terjadi di berbagai negara di dunia, baik di Timur maupun di Barat, salah satunya di Indonesia.
Pemikiran kritis, demokratis, dan konstruktif selalu lahir dari pola pikir para mahasiswa. Suara-suara mahasiswa kerap kali merepresentasikan dan mengangkat realita sosial yang terjadi di masyarakat. Sikap idealisme mendorong mahasiswa untuk memperjuangkan sebuah aspirasi pada penguasa, dengan cara mereka sendiri. Seperti aksi-aksi yang dilakukn oleh mahasiswa yang kerapkali meresahkan para pemerintah.
Mahasiswa tidak bisa dilepaskan dari sejarah berdirinya bangsa Indonesia. Runtuhnya orde lama dan lahirnya Orde Baru tidak terlepas dari peran mahasiswa. Orde baru lahir dari sebuah harapan untuk perbaikan kehidupan politik, ekonomi, dan sosial. Namun, berbagai pergerakan mahasiswa tetap menghiasi cakrawala kehidupan berbangsa dan bernegara selama 32 tahun Orde Baru berkuasa.
Idealisme mahasiswa yang terkubur selama 32 tahun telah mengalami kebangkitan pada bulan Mei 1998, yang ditandai oleh runtuhnya rezim Orde Baru. Berbagai peristiwa tersebut membuktikan betapa mahasiswa talah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah bangsa. Itulah potret mahasiswa pada masa orde baru yang kini hanya tinggal nama dan kenangan setelah datangnya masa reformasi.
Ada perbedaan yang sangat krusial antara mahasiswa pada masa orde baru dengan masa sekarang. Hal tersebut terlihat dari peran aktif mahasiswa semakin berkurang, dan mahasiswapada masa sekarang lebih aktif dengan kesibukan di kampus ketimbang melaksanakan fungsi yang diamanatkan kepada mereka. Sifat represif yang dilakukan pemerintah memang mulai berkurang, namun yang sangat ironi sekali peran yang dilakuakn mahasiswa selaku agen of change dan agen of controling semakin kendor.
Pelaksanaan pesta demokrasi di kalamantan barat pada tanggal 15 November 2007 yang lalu merupakan momen yang sangat penting bagi perkembangan daerah Kalimantan Barat. Maka dari itu perlu pengawalan yang ekstra ketat bagi Gubernur Kalbar terpilih, sehingga janji-janji yang dikampanyekan dan program yang diusung dalam membawa perubahan bagi rakyat Kalbar kedepan dapat terealisasi tanpa terjadi penyimpangan.
Pelaksanaan pilkada pada sekarang ini dikhawatirkan terjadi konflik maka dari itu, mahasiswa yang selaku kaum intelek harus dapat mensosialisasikan perdamaian.
Siapapun pemenang dari pilkada tersebut kita harus menerima secara legowo sehingga peran dan fungsi mahasiswa tetap berjalan sebagaimana mestinya. Kita sebagai kaum muda kalbar harus besar hati dalam menerima kekalahan pasangan calon yang kita usung, hal merupakan sebuah langkah yang sangat kongkrit yang harus kita lakukan karena dapat meredam terjadinya konflik komunal dan Selain itu juga terdapat sebuah proses pembelajaran politik bagi masyarakat.
Masarakat kalbar yang multikulturdan multi etnis merupakan lahan garapan yang sangat mudah dipropokasi agar terjadi konflik baik itu konflik ras maupun agama. Isu etnis sangat rentan sebagai pemicu konflik, sadar maupun tidak sadar hal tersebut pasti akan terjadi. Namun, bagaimana langkah yang harus kita ambil agar dapat meminimalisir atau meredam konflik tersebut. Seperti konflik-konflik yang terjadi sebelumnya di beberapa daerah Kalimantan, seluruhnya konflik yang bermuatan etnisitas atau ras.
Ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh Masiswa (kaum muda) Kalbar dalam menentukan arah gerak Kalbar kedepan demi menyongsong reformasi yang telah berlangsung hingga hari ini;
1) Mahasiswa yang memiliki dua fungsi yakni sebagai alat perubahan dan control pemerintah diharapkan mampu berperan aktif dan ikut andil dalam Pilgub yang telah dilaksanakan ini. Seperti melakukan pengawalan terhadap visi, misi, program-program dan janji-janji yang telah disampaikan pada saat kampanye.
2) Mahasiswa harus ikut andil dalam membangun Kalbar, hal ini merupakan sebuah amanah dari fungsi yang diemban oleh mahasiswa sebagai agen of change. Keberhasilan Kalbar kedepan akan lebih terarah dan lebih maju jika pemuda dan mahasiswanya ikut andil dalam kemajuan tersebut.
3) Mahasiswa harus sebagai kaum yang intelek harus mampu meredam konflik dengan menepis isu-isu yang berbau sara, ras dan agama agar tercipta sebuah kedamaian dan ketentraman serta dapat membawa Kalbar menjadi lebih baik.
*) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
Salam Gerakan Buat kader PMKRI semoga selalu ceria...
kita sebagai elemen mahasiswa diharapkan mampu menciptakan kedamaian bagi masyarakat Kalbar. maka dari itu marilah kita bersama-sama gaungkan kedamaian dan tepis segala isu yang berbau sara dan agama. apapun yang terjadi kita tetap teman dan tidak akan pernah bermusuhan...
.
2007/11/20
[+/-] |
GAGASAN |
2007/11/16
[+/-] |
Refleksi Perhimpunan |
Manusia (organisator) Baru
By. Hendrikus Adam Barage Repo*
Bagi setiap orang dimuka bumi umumnya kelahiran telah menjadi sebuah moment penting yang tidak bisa terlewatkan begitu saja. Mengingat pentingnya moment tersebut, banyak diantara para orang tua dan sanak keluarga yang mengabadikannya baik melalui dokumentasi dalam bentuk gambar si bayi yang mungil, maupun memberi nama sang bayi sesuai dengan konsisi saat itu. Bahkan diantara nama sang bayi juga biasanya diambil dari nama orang tua atau marga yang turut menyertainya.
Begitu pentingnya kelahiran sang bayi hingga acara-acara ritual pemberian nama, acara potong rambut dan lainnya pun digelar tanpa menghiraukan berapa nilai angka pengeluaran yang akan habis. Dengan kondisi tersebut, para orang tua pada umumnya lebih cenderung selalu memberikan yang terbaik bagi anaknya. Para orang tua pula selalu berharap agar anaknya jauh lebih baik dari pada mereka. Begitu besarnya harapan orang tua kepada anaknya, maka perjuangannya pun tiada mengenal lelah. ”Biarlah saya lelah hari ini, yang penting anak saya berhasil dan bisa lebih baik dari kami”.
Harapan orang tua tersebut tentunya bukan tidak beralasan. Pergulatan hidup yang dialami sang orang tua yang lebih dulu menempuh hidup adalah sebuah realita yang tentunya membekas dalam rekaman jejak hidupnya. Marah, benci, senang, penasaran, tidak puas, rasa bodoh, malas, sabar, dan sederet realita hidup menjadi santapan pengalaman yang tidak lepas tergambar dari realita hidup. Berbagai kelemahan dalam bidang ekonomi, kesehatan dan pendidikan yang dialami menjadikan orang tua semakin termotivasi untuk bangkit dari ”kelemahan” menuju ”kekuatan” terutama melalui sang generasi baru yakni sang anak yang diharapkan untuk lebih bertanggungjawab menjalani hidupnya.
Pengggalan kisah betapa besarnya harapan sang orang tua terhadap anak diatas juga sedianya tergambar dalam eksistensi perhimpunan kita. Setelah sekian puluh tahun eksist, terutama dengan setahun masa kepengurusan yang akan berakhir kali ini, banyak gambaran dan pelajaran berharga yang boleh dipetik bersama dari seberapa besar tanggungjawab dan komitmen untuk membuat yang terbaik bagi perhimpunan. Tentunya sangat banyak harapan bagi kita bersama untuk eksistensi sebuah wadah PMKRI. Segala kekurangan dan kelebihan setiap kader dengan beragam karakter, tabiat, sikap, prilaku, latar belakang bidang pendidikan, dan lainnya telah turut mewarnai perjalanan kepengurusan PMKRI Santo Thomas More periode ini (2006/2007).
Kalau pada kepengurusan setahun silam dan atau beberapa tahun sebelumnya adalah manusia-manusia (kader) organisasi yang telah mengalami dan menjalani sebuah proses bersama, maka bagaimana pada kondisi saat ini kita semua bisa kembali memulai berproses bersama dengan nuansa dan semangat yang tentunya harus lebih maju. Manusia-manusia organisasi baru yang selalu siap untuk mencurahkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk eksistensi dan independensi gerakan yang berlandaskan tiga benang merah (fraternitas, intelektualitas, dan kristenitas) dengan Yesus Kristus sebagai teladan gerakan. Semangat kebersamaan, keterbukaan, saling percaya serta mengedepankan akuntabilitas atas amanah organisasi, maka niscaya eksistensi perhimpunan akan tetap terjaga. Terlebih dengan semakin dekatnya Hari Raya Natal menyongsong pesta perayaan kelahiran Sang Juru Selamat. Kiranya semangat Natal membawa kita untuk menyadari manusia lama dalam diri kita masing-masing dan mau memperbaharui diri selaku kader perhimpunan untuk menjadi manusia (organisasi) baru yang mampu menghayati nilai-nilai dan semangat gerakan sebagai pengemban amanat penderitaan rakyat dengan mengesampingkan bibit-bibit ego pada diri kita masing-masing. Eksistensi dan kebesaran nama perhimpunan adalah tanggungjawab bersama. Ibarat seorang bayi, perhimpunan butuh kasih sayang dan perhatian serta ketulusan dari sang orang tua yang tanpa pamrih, tanpa mengharapkan yang lebih banyak kepada sang bayi, namun sebaliknya memberi lebih banyak sentuhan rasa sayang melalui sikap, tindakan, pikiran yang positif. Sehingga ”BAYI PERHIMPUNAN” yang diharapkan bisa tumbuh besar dan dapat menjadi kebanggaan banyak orang.
*) Penulis Sekjen PMKRI POntianak/Pimred Buletin PETRA, Media Komunikasi PMKRI Cabang Pontianak (Sekarang dalam tahap perampungan).
.
2007/11/13
[+/-] |
GAGASAN |
“Darah Segar” Perubahan
Oleh M. Zuni Irawan
(Ketua GMNI Kalbar Periode 2006/2008)
Manakala sesuatu bangsa telah sanggup mempertahankan negerinya dengan darahnya sendiri, dengan dagingnya sendiri, pada saat itu bangsa itu telah masak untuk kemerdekaan. Kalau bangsa kita, Indonesia, walaupun dengan bambu runcing, semua siap sedia mati mempertahankan tanah air kita Indonesia, pada saat itu bangsa Indonesia adalah siap sedia, masak untuk merdeka.
Setelah 9 tahun lebih bergulir, reformasi 21 Mei sepertinya tidak memberikan apa-apa kecuali semakin merajalelanya ketidakpastian hingga Masa transisi peradaban ini sebagai bangsa yang beradabpun semakin menipis. Tingkah laku para elit negeri ini semakin menjadi-jadi dari tingkatan legislatiif, yudikatif dan eksekutif baik di pusat hingga daerah. Dari mentalitas hingga tumpah darah bangsa ini telah digadaikan dalam ekploitasi besar-besaran, hingga menjadikan Negara Indonesia ini masuk dalam jajaran korupsi terbesar dan penghancur hutan terbesar didunia. Inilah potret buram bangsa ini yang terjerembab dalam budaya-budaya yang tidak bertanggungjawab. Semakin bimbangnya kita akan reformasi, kemanakah arah dan gerakan mahasiswa? Hingga beberapa tahun setelah runtuhnya orde baru (walau tidak menghancurkan akarnya), gerakan mahasiswa semakin menjadi sebuah pertanyaan, apakah memang reformasi akhir dari sebuah perjuangan? Meskipun sudah menjadi tuntutan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa pada tahun 1998, hal ini ditandai dengan begitu banyak kekecewaan yang didapat rakyat. Maka tak pelak mahasiswa yang mempelopori gerakan perlawanan pada waktu itu mulai mengeliat. Sejarah Gerakan Mahasiswa Indonesia kinipun semakin menunjukan bahwa gerakan ini masih cukup massif melakukan pengkritisan terhadap pemerintahan yang ada. Ruh orde baru masih hidup di tubuh para pejabat kita.
Momentum Reformasi ’98 sebenarnya menghasilkan kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk bergerak kearah pemerintahan yang Pro Rakyat. Keberhasilan proses transisi demokrasi dapat dinilai dengan dua parameter utama: konsolidasi demokrasi dan berjalannya agenda reformasi. Namun hingga sepuluh tahun perjalanan reformasi yang terjadi hanya konsolidasi kaum otoriterians. Sementara agenda refromasi yang tertuang dalam beberapa visi reformasi juga tidak menampakkan perkembangan signifikan. Bahkan warisan orde baru, budaya KKN justru mengalami formalisasi, otonomisasi, dan massalisasi. Kebijakan rezim yang berkuasa jauh dari kerangka mensejahterakan rakyat dengan pencabutan subsidi, penjualan asset negara, melindungi konglomerat hitam, menyuburkan KKN.
Gegap gempita gerakan mahasiswa menurun seolah-olah kehilangan ruhnya, putus asa dan tak tahu kemana arah tujuannya, meski ada letupan dibeberapa daerah namun tak berdaya untuk bertahan. Titik balik perkembangan sejarah reformasi yang terakumulasi dalam bentuk kesenjangan kronis, tanpa disadari telah menyeret generasi ini ke dalam potensi disharmonisasi sosial secara vertikal maupun horizontal. Di tengah kondisi kebangsaan yang sedang berada pada mentalitas titik nol, alih-alih semangat serta jiwa nasionalisme kebangsaan hanya menjadi sebuah legenda masa lalu. Kalimantan Barat sebagai salah satu surga konflik di masa lalu secara objektif telah mengantarkan daerah ini kepada suatu proses pematangan kondisi primordialisme dalam tatanan hubungan sosial kemasyarakatan. Munculnya berbagai tragedi sosial yang semakin eskalatif dalam perkembangan politik Kalimatan Barat, menjadi bukti empirik bagi kita, bahwa betapa kolotnya pemahaman kebangsaan kita sebagai sebuah bangsa, sehingga kita tidak bisa hidup berdampingan secara lebih beradab dan egaliter dalam sebuah komunitas kebangsaan yang universal.
Pemuda Pemegang Hari Kemudian!!!
Dalam situasi dimana sekelompok masyarakat yang hidup dalam ketertinggalan dan ketidakberdayaan sedangkan sekelompok oang lainnya hidup dalam kemewahan dengan menghisap nilai lebih dari orang lain. Sekelompok masyarakat yang tidak berdaya ini merupakan bagain mayoritas dari rakyat Indonesia, sedangkan kelompok lainya yang jumlahnya hanya beberapa orang saja merupakan kelompok minoritas. kenyataan bahwa didunia khususnya di Indonesia ada sebagian manusia yang menderita sedemikian rupa sementara sebagian lainnya menikmati hasil jerih payah orang lain justru dengan cara-cara yang tidak adil. Dari jumlah yang tidak berimbang hingga dari pendapatan yang jauh dari keadilan, Inilah situasi yang kita sebut sebagai “Situasi Penindasan”. Penindasan apapun nama dan alasannya adalah sesuatu yang tidak manusiawi, sesuatu yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi) yang bersifat mendua, dalam arti terjadi atas kelompok mayoritas dan minoritas. Keduanya menyalahi kodrat manusia sejati. Mayoritas manusia menjadi tidak manusiawi karena hak-hak asasi mereka dinistakan, karena mereka dibuat tidak berdaya dan dibenamkan dalam ‘kebudayaan bisu’ ‘dan ‘Kebudayaan Pasrah’. Konsep Trikle down menjadi idola para politisi kita, mereka menganggap kekayaan yang dimiliki oleh segelintir orang dapat mengalir ke masyarakat mayoritas, justru penumpukan dan kerakusan kekayaan segelintir orang inilah yang menjadi akar masalah sekarang ini. Karena itu pilihan mutlak adalah usaha memanusiakan kembali manusia (humanisasi) yang merupakan satu-satunya pilihan bagi kemanusiaan. Karena walaupun dehumanisasi merupakan kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia dan tetap merupakan kenyataan ontologis dimasa mendatang, namun ia ‘bukanlah keharusan sejarah”. Keharusan sejarah dimana setiap negara selalu hidup sang penindas dan kaum tertindas. Secara dialektis suatu kenyataan tidaklah harus menjadi suatu keharusan.
Tugas manusia adalah untuk merubahnya agar sesuai dengan dengan apa yang seharusnya, inilah fitrah manusia sejati, selalu think and rethink. Melihat melihat kondisi pendidikan pada khususnya pada sistem perkuliahan yang selama ini yang selalu mendoktrin mahasiswa kepada paradigma kekosongan keadilan, inilah realita negara yang telah merdeka 62 tahun. Pemuda khususnya mahasiswa hidup dalam pabrik yang didesain oleh mesin-mesin untuk diubah menjadi bahan siap pakai untuk pemenuhan kebutuhan kapitalis global. Hampir semua ilmu yang diajarkan adalah ilmu-nya kaum kapitalis yang mana tidak memuat nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan. Selama 32 tahun hingga sekarang kita dijadikan manusia mesin, yaitu manusia yang dikosongkan dari ideologi-ideologi emansipasi dam kerakyatan, kemudian diisi dengan satu ideologi yaitu pembangunanisme. Manusia kemudian menjadi komponen dari mesin pembangunan yang mana didalamnya berlangsung industrialisasi pikiran, berupa penyeragaaman, standarisasi, dan berbagai pembatasan sikap kritis dan kreatif terhadap manusia.
Proses belajar mengajar sudah jauh dari substansi pendidikan yaitu ”Pendidikan Untuk Pengajaran dan Pembebasan”, Tri dharma Perguruan Tinggi telah jauh dari harapan, ribuan sarjana dilahirkan tiap tahunnya dari kampus-kampus, sedangkan di tempat lain ribuan bayi yang kehilangan harapan untuk hidup karena ulah para elit politik dan para intelektual kampus. Tiga pilar Kapitalisme yaitu hedonis, konsumerism, dan individualis melekat di tiap sumsum tulang mahasiswa kita, inilah realita sosial sekarang ini. Dari kafe ke kafe dipenuhi oleh mahasiswa dengan obrolan gaya hidup yang glamour tidak ada diskusi yang ideologis yang terucap dari mereka. Di kalimantan Barat Khususnya, Pemuda sekarang lupa akan sejarah daerah ini, yang penuh dengan darah perjuangan seperti gerakan kaum muda dalam perlawanan menolak daerah istimewa buatan Kolonial Belanda. Semangat perlawanan terhadap penindasan yang telah menjadi sejarah masyarakat Kalbar, merupakan salah satu nilai yang harus tetap kita jaga untuk mengawal kemerdekaan bangsa ini dari jajahan pejabat lokal maupun jajahan asing. Bahwa 62 tahun sesudah diproklamasikannya kemerdekaan negara kita, sekarang ini masih terdapat 13 juta anak-anak yang kelaparan, dan lebih dari 100 juta orang masih miskin, serta sekitar 40 juta orang tidak punya pekerjaan tetap, adalah suatu hal yang keterlaluan !!! Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah kalau kita menyuarakan kemarahan dan menghujat berbagai politik pemerintahan yang menyebabkan lahirnya masalah-masalah besar yang menyengsarakan begitu banyak orang, dan dalam jangka waktu lama pula.
Pemuda adalah agen penting dalam perubahan. Ini bukan saja karena mereka muda dan kreatif. Lebih dari itu, pemuda adalah segmen yang relatif masih steril dari politik praktis. Karenanya, dialog dan kerja sama yang inklusif dan rasional di kalangan mereka adalah sesuatu yang sangat mungkin untuk merubah masa depan. Tidak ada pilihan lain, peran pemuda sebagai generasi masa depan untuk menggantikan para pejabat yang korup sekarang ini haruslah selalu menanamkan nilai-nilai keadilan, pro rakyat serta semangat persatuan, Jika pemuda hari ini tetap pada pilihan pragmatis tentu masa depan bangsa ini gelap. Kehadiran organisasi-organisasi kepemudaan sangat dibutuhkan untuk melahirkan kader-kader bangsa, untuk mengganyang para politisi yang selalu menghantui rakyat!! Kalau tidak progresif, tidak maju, tidak activiteit, kita akan hancur lebur di dalam himpitannya bangsa-bangsa yang sekarang merebut hidup, yang sekarang sudah nyata dunia ini laksana kancah perjuangan. Bersama-sama kita kobarkan kembali api perlawanan serta semangat kebangsaan sampai kepada titik kejayaannya, sebagai salah satu syarat utama kebesaran Indonesia.
.
2007/11/11
[+/-] |
Ajak Warga Menjadi “JURU DAMAI” di Kalbar |
Aksi Hari Pahlawan Untuk Pilgub Damai
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Pontianak Santo Thomas More pada Sabtu (10/11) lalu menggelar rangkaian kegiatan pembagian selebaran refleksi untuk keberlangsungan Pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur yang damai. Rangkaian kegiatan yang dikemas bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan 10 November ini dilakukan dengan membagikan sebanyak 1.000 selebaran yang mengajak warga Kalimantan barat untuk menjadi “JURU DAMAI” menjelang Pilgub 15 November mendatang. Pembagian selebaran yang dipusatkan di Simpang Empat Tol Kapuas Pontianak ini menyusul setelah sebelumnya para aktivis PMKRI Pontianak yang di koordinatori Hendrikus Adam yang juga selaku Sekretaris Jenderal PMKRI periode 2006/2007 berkumpul Margasiswa PMKRI yang tidak begitu jauh dari lokasi aksi.
Dalam aksi yang tidak dihadiri Ketua Presidium (Florensius Boy) tersebut, PMKRI Cabang Pontianak dalam selebarannya mengajak kepada segenap warga Kalbar utnuk menjadikan moment peringatan hari Pahlawan sebagai sebuah refleksi untuk menyiapkan diri menyongsong PILGUB yang damai, bermartabat dan demokratis. Warga juga diajak untuk bersama-sama menghargai hasil perjuangan para pejuang kemerdekaan dengan tetap menjaga keutuhan negara kesatuan republik Indonesia dengan tidak mudah terprovokasi isu-isu yang sangat berpeluang menyesatkan.
Kedamaian dan keamanan seperti ditegaskan Hendrikus Adam dalam aksi yang berlangsung sekitar setengah jam tersebut adalah harapan serta cita-cita setiap orang dan bukan hanya tanggug jawab pihak aparat semata, melainkan menjadi tanggungjawab bersama warga Kalbar khususnya. “Kita juga mengajak warga untuk bisa menggunakan hak pilihnya sesuai hati nurani. Mari kita saling menghargai setiap pilihan rekan, saudara, keluarga, sahabat dan yang lainnya. Dengan Pilgub yang akan dihelat, mari kita menjadi Juru Damai bagi Kalbar,” ungkapnya.[pmkri.ptk]
.
2007/11/08
[+/-] |
Mari Wujudkan Pilkada Kalbar Yang Damai |
Pesta demokrasi pemilihan langsung kepala daerah di Kalimantan Barat untuk periode 2008-2013 akan segera ditabuh 15 November 2007 mendatang. Banyak harapan dan cita-cita warga Kalbar yang harus diperjuangkan para bakal calon Gubernur Kalbar mendatang.
Setiap kandidat mempunyai kesempatan dan hak yang sama dalam serta punya peluang yang sama dalam menduduki posisi menjadi KB 1. Untuk merebut kursi panas tersebut, tentunya setiap pasang kandidat harus bersabar, menahan diri dan tidak gampang emosi. Yang terpenting setiap kandidat harus punya komitmen untuk mau bersikap menjadi "pemenang sejati" yang memiliki JIWA BESAR. Siap menang dan siap pula menerima kekalahan adalah syarat mutlak yang harus dipegang dalam "pertarungan" di alam demokrasi.
Jiwa besar dari para kandidat tersebut hanya akan terbukti pasca pemilihan dan hanya waktu yang bisa menjawabnya. Segenap rakyat Kalbar juga punya peran dalam mewujudkan Kalbar yang damai tanpa konflik ditengah maraknya suasana menjelang Pilkada. Untuk itu melalui tulisan ini saya mengajak segenap warga Kalbar untuk:
a. Bersama menjaga dan mempertahankan kondisi Kalbar yang kondusif saat ini.
b. Jangan mudah terprovokasi oleh berbagai isu-isu negatif yang menyesatkan.
c. Pilihlah kandidat yang anda anggap bisa membawa Kalbar lebih baik sesuai hati nurani.
d. Meminta setiap pasangan kandidat Gubernur-Wakil Gubernur, tim sukses dan warga Kalbar untuk berjiwa besar menerima setiap keputusan yang bersumber dari pilihan rakyat.
e. Hargai pilihan saudara, teman, keluarga, kenalan anda dengan memberikan kebebasan hakiki sebagai manusia tanpa perlu harus mencederai perasaan relasi anda yang juga punya hak dan martabat yang sama sebagai manusia.
f. Mari maknai setiap perbedaan adalah anugerah, termasuk perbedaan dalam menyampaikan hak pilihnya.
"Mari Wujudkan Pilkada Gubernur-Wakil Gubernur Kalimantan Barat yang damai dan bermartabat"
.
[+/-] |
PMKRI Santo Thomas More Gelar KKS |
by. Hendrikus Adam
Engkode-Sanggau,
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas More Cabang Pontianak kembali melangsungkan rangkaian kegiatan Kemah Kerja Sosial yang kali ini bertempat di Desa Engkode, Kecamatan Mukok, Kabupaten Sanggau. Kegiatan yang merupakan program tahunan tersebut diselenggarakan pada kamis (18-21/10) yang diikuti anggota PMKRI.
Menurut Florensius Boy selaku Ketua Presidium PMKRI Cabang Pontianak, kegiatan tersebut dilaksanakan guna mengasah kepekaan sebagai generasi muda terhadap kondisi sosial di masyarakat. Hal ini pula sebagai media silaturahmi antar PMKRI Pontianak dengan masyarakat disekitarnya. Boy juga mengatakan kalau kehadiran PMKRI tidak lantas merubah kondisi masyarakat, namun hanya sebatas saling memberi motivasi untuk bangkit bersama dalam pembangunan. “Kita hadir disini sesungguhnya ingin belajar bersama warga disini, karena harus disadari bahwa pada akhirnya nanti akan kembali dilingkungan masyarakat. Kita juga tidak bias mengubah masyarakat, karena yang bias mengubahnya adalah masyarakat itu sendiri. Karenanya melalui kegiatan ini pula, dengan keberagaman karekter yang ada dalam setiap diri, kami minta maaf bila pada akhirnya ada hal yang kurang berkenan,” pungkas Boy.
Dalam kegiatan KKS kali ini serangkaian kegiatanpun digelar diantaranya; ramah tamah, kerja bakti membersihkan lingkungan gereja, misa bersama, pembinaan iman anak (PIA), penataan lingkungan Gua Maria, doa rosario bersama warga, olah raga bersama, diskusi bersama kaum muda dan kegiatan seminar bertajuk “Peran Masyarakat Dalam Pembangunan” serta mengadakan pendidikan pemilih (Voter Education). Dalam kedua kegiatan tatap muka tersebut diselengarakan di Kapel Katolik yang menghadirkan narasumber dari Dinas Pertanian (Ir. Yulia Theresia dan Yuliana) dan Dinas Pendidikan (Fuad Choirul Anam) Kabupaten Sanggau. Dalam kesempatan tersebut juga dihadiri Pembina PMKRI Cabang Pontianak Thadeus Yus, SH, MPA, dan Khatarina Lies, SPd yang juga selaku legislatif daerah asal pemilihan Sanggau-Sekadau.
Pada saat yang bersamaan, Kapala Desa Engkode, Ajon menyampaikan terima kasih atas kunjungan yang dilakukan. “Kegiatan ini begitu berharga karena bias memberi motivasi dan bimbingan, saya berharap anda tidak putus asa dalam menempuh studi dan semoga bias berhasil,” harap Ajon.
.
2007/10/10
[+/-] |
GAGASAN |
MAHASISWA CERDAS
Oleh:Paulus Florus*
Banyak mahasiswa dan dosen tidak menyadari bahwa tujuan praktis pembelajaran di peguruan tinggi (PT) seharusnya terus berubah sesuai tuntutan kemajuan sosial. Sampai sekarang, PT terus mengusahakan agar tamatannya pintar. Pintar artinya punya keterampilan atau pengetahuan. Untuk apa? Apa lagi kalau bukan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik, dengan gaji yang tinggi. Maka para sarjana bergegas mengemas toga untuk menulis lamaran kerja. Mencari pekerjaan adalah kegiatan menjajakan ijazah.
Dunia manusia berubah dengan cepat. Seharusnya PT lebih mencerdaskan agar tamatannya mampu memperoleh kedudukan terhormat di masyarakat, dengan penghasilan yang besar.
Perhatikan, bahwa pekerjaan yang baik berbeda dengan kedudukan sosial yang terhormat; dan gaji yang tinggi tidak sama dengan penghasilan yang besar.
Apakah kita dapat mengharapkan lembaga PT segera mengubah paradigma pembelajarannya? Mungkin ini mimpi yang terlalu panjang. Lembaga pendidikan formal, di manapun di dunia ini, selalu lembam dan konservatif. Walaupun para pakar pendidikan suka bicara tentang perubahan, tetapi mereka sendiri menolak perubahan.
Bagaimana dengan para mahasiswa? Gambaran garis besarnya: 30% mahasiswa bodoh, 60% sedang-sedang dan 10% cerdas. Ini perlu penjelasan singkat. Yang bodoh adalah para mahasiswa yang seluruh waktu belajarnya dipakai untuk menghafal materi kuliah. Mereka tak mau berubah. Mungkin mereka cepat lulus. Tetapi ijazahnya tidak lebih berharga daripada sertifikat penataran Pancasila jaman dulu. Kelompok kedua yang mayoritas adalah para mahasiswa yang sebenarnya punya otak cukup encer, tetapi mudah puas dengan status mereka, dan suka berlama-lama menduduki kursi kuliah. Kalau tamat, mereka cocok untuk pekerjaan-pekerjaan konvensional. Karena mereka memang dapat menjadi pegawai yang baik: patuh, taat, tidak menuntut, rajin, sehingga disukai oleh kaum kapitalis pemilik modal atau pejabat birokrat priyayi. Sedangkan 10% mahasiswa yang cerdas itu sering dianggap pembangkang oleh para dosen. Mereka mempelajari materi kuliah sekedar agar dapat lulus. Waktu selebihnya dipakai untuk mempelajari banyak hal sesuai minatnya. Mereka sadar bahwa dosen hanyalah salah satu sumber belajar dari sekian banyak sumber belajar yang lain. Setelah tamat, mereka lebih suka mengaktualkan diri dengan menciptakan kegiatan sendiri. Lembar ijazah dan gelar sarjana tidak terlalu dipedulikannya.
Perkembangan sosial memang semakin jelas membuktikan bahwa kecerdasan intelektual saja sudah tidak memadai untuk hidup layak. Sudah semakin berjubel tamatan PT yang hanya sekedar jadi ‘kuli’ meskipun mereka mengantongi ijazah dengan nilai tertinggi. Ternyata kecerdasan emosional dan spiritual lebih penting untuk dapat hidup ‘sukses’. Celakanya, PT masih saja mengajak para mahasiswanya mengagung-agungkan intelektualitas.
Ada berita baik. Yaitu, bahwa setiap mahasiswa sesungguhnya cerdas kalau dia mau. Pengelompokan seperti tadi adalah hasil pilihan. Namun apapun pilihan Anda, tetap ada ‘harga’ yang harus dibayar. Untuk jadi mahasiswa cerdas, harganya tentu saja lebih mahal daripada menjadi mahasiswa yang bodoh dan sedang-sedang.
Ini nasehat yang berlaku untuk ketiga kelompok mahasiswa: Cepatlah menamatkan kuliahmu. Untuk itu ketahuilah terlebih dahulu apa kesukaan dan pola pikir dosenmu, lalu ikutilah atau turutilah, maka Anda akan cepat lulus. Setelah tamat, terserah Anda.
*) Aktivis dan Pemerhati masalah sosial
.
2007/08/22
[+/-] |
Sekilas Sejarah PMKRI Pontianak |
Empat puluh enam tahun yang lalau, tepatnya tanggal 26 Maret 1961 merupakan hari yang bersejarah bagi Mahasiswa Katolik Kalimantan Barat. Karena pada hari itu atas prakarsa Johanes Mardi, seorang pegawai kantor Gubernur Kalimantan Barat yang juga berstatus mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Daya Nasional (sekarang UNTAN) bersama depalan orang mahasiswa lainnya yaitu : A. Mujiono, Tan Un suah, Yustina Theresia Ariany, Frans Kam Soo Nyong, Pani, Sabinen Ada, Liem Tjing Hok dengan dibantu oleh Pastor Marius OFM Cap telah memprakarsai berdirinya Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia cabang Pontianak yang pada saat itu, sebagai pelindungnya adalah Santa Katarina. Sedangkan Pengurus Pusat (PP PMKRI) pelindungnya Thomas Aquinas.
Pendirian PMKRI cabang Pontianak tersebut saat itu terutama bertujuan untuk menyatukan visi dan persepsi mahasiswa Katolik dalam berbagai hal. Juga sebagai upaya untuk memenuhi salah satu tuntutan dari pihak universitas agar ada organsasi mahasiswa Katolik dan tuntutan keadaan dimana mahasiswa yang tidak ikut organisasi di luar CGMI (Central Gerakan Mahasiswa / Under-bow-nya PKI) dicurigai pemerintah sebagai pengikut CGMI. Syukurnya pembentukan PMKRI Pontianak tersebut juga mendapat respon dan dukungan dari pihak hirarki Gereja maupun Pemerintah Daerah khususnya Gubernur Oevang Oeray dan Pangdam Ryachudu. Data tersebut diatas merupakan hasil wawancara Edi V. Petebang (mantan Sekjen PMKRI periode 1994 – 1996) dan M. Eko Hardian ketua Presedium PMKRI tahun 1997 – 1998 dengan bapak J. Mardi tanggal 8 Maret 1996).
Kegiatan PMKRI selain di Gereja, juga bergabung dengan Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) dan berpolitik praktis dalam partai Katolik dan Partai Dayak.
Dua tahun setelah berdiri, pada tanggal 13 Februari 1963 terbentuknya secara legal, kepengurusan periode 1963 – 1966 terpilih sebagai ketua umum (sekarang Ketua Presidium) adalah J. Mardi dan sekretaris umum (sekarang Sekretaris Jendral) adalah A. Mudjiono dan Pastor Moderatornya adalah Marius A.P. OFM Cap. Pada waktu itu belum ada Anggaran Rumah Tangga Cabang (ARTC), logo maupun bendera cabang. Meskipun secara legal berdiri pada tanggal 13 Februari 1963, namun Dies natalis PMKRI Pontianak tetap tanggal 28 januari (berdasarkan surat DPC PMKRI Pontianak 29 Februari 1972 dan surat DPC PMKRI Pontianak Nomor 08/DPC/I/1973 nama Santo pelindung PMKRI Pontianak berganti menjadi Santo Thomas More hingga sekarang).
Duet J. Mardi dan A. Mudjiono kembali terpilih untuk masa periode setahun kemudian. Namun J. Mardi akhirnya mengundurkan diri dan digantikan oleh Laurent Mangan (pernah menjadi wakil Kalbar sebagai anggota MPRS RI sebagai anggota termuda dari seluruh Indonesia).
Periode 1968 – 1969 PMKRI Pontianak dipimpin oleh F.X. Winarno dengan Sekjen J. Gani Rostandy tahun dimana situasi politik memanas. PKI secara terang terangan dengan didukung oleh oknum Birokrat dan ABRI dengan gencar melakukan aksi yang memuncak bersama gerakan G 30 S PKI.
PMKRI bersama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) membentuk wadah bersama yang disebut KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Pada saat yang bersamaan dibentuk pula KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) atas inisiatif mahasiswa, pemuda-pelajar.
KAMI dan KAPPI mendapat simpati sebagian besar masyarakat Indonesia. Terjadilah demonstrasi besar-besaran dengan tuntutan yang lebih dikenal dengan TRITURA (1. Bubarkan PKI, 2. Turunkan harga, 3. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur PKI). Berkat kerjasama yang baik antara mahasiswa, pelajar dan ABRI, maka pemeritahan Soekarno memenuhi tuntutan tersebut.
.
2007/08/14
[+/-] |
Visi dan Misi |
VISI
Terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.
Misi
Berjuang dengan terlibat dan berpihak pada kaum tertindas melalui kaderisasi intelektual populis yang dijiwai nilai-nilai kekatolikan untuk mewujudkan keadilan sosial, kemanusiaan, dan persaudaraan sejati.[+/-] |
Sejarah Berdirinya PMKRI |
Keinginan Federasi KSV untuk berfusi dengan Perserikatan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Yogyakarta saat itu, karena pada pertemuan antar KSV di penghujung 1949, dihasilkan keputusan bersama bahwa “….Kita bukan hanya mahasiswa Katolik, tetapi juga mahasiswa Katolik Indonesia ..." Federasi akhirnya mengutus Gan Keng Soei dan Ouw Jong Peng Koen untuk mengadakan pertemuan dengan moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta.
Setelah mendapat saran dan berkat dari Vikaris Apostolik Batavia yang pro Indonesia, yaitu Mgr. PJ Willekens, SJ, utusan Federasi KSV (kecuali Ouw Jong Peng Koen yang batal hadir karena sakit) bertemu dengan moderator pada tanggal 18 Oktober 1950. Pertemuan dengan Ketua PMKRI Yogyakarta saat itu, yaitu PK Haryasudirja, bersama stafnya berlangsung sehari kemudian. Dalam pertemuan-pertemuan tersebut intinya wakil federasi KSV yaitu Gan Keng Soei mengajak dan membahas keinginan ”Mengapa kita tidak berhimpun saja dalam satu wadah organisasi nasional mahasiswa Katolik Indonesia? Toh selain sebagai mahasiswa Katolik, kita semua adalah mahasiswa Katolik Indonesia”.
Maksud Federasi KSV ini mendapat tanggapan positif moderator dan pimpinan PMKRI Yogyakarta. Dan dari pertemuan itu dihasilkan dua keputusan lain yaitu :
Setelah pertemuan tersebut, masing-masing organisasi harus mengadakan kongres untuk membahas rencana fusi.
Kongres Gabungan antara Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta akan berlangsung di Yogyakarta tanggal 9 Juni 1951.
Dalam kongres gabungan tanggal 9 Juni 1951, kongres dibuka secara resmi oleh PK. Haryasudirja selaku wakil PMKRI Yogyakarta bersama Gan Keng Soei yang mewakili Federasi KSV. Diluar dugaan, Kongres yang semula direncanakan berlangsung hanya sehari, ternyata berjalan alot terutama dalam pembahasan satu topik, yakni penetapan tanggal berdirinya PMKRI.
Disaat belum menemui kesepakatan, Kongres Gabungan sempat diskors untuk memberikan kesempatan kepada masing-masing organisasi untuk kembali mengadakan kongres secara terpisah pada tanggal 10 Juni 1950. Akhirnya Kongres Gabungan untuk fusi-pun kembali digelar pada tanggal 11 Juni 1950 dan berhasil menghasilkan 14 keputusan yaitu :
Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta berfusi menjadi satu sebagai organisasi nasional mahasiswa katolik bernama:”Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia” yang kemudian disingkat PMKRI. Sebutan perhimpunan ini disepakati sebagai pertimbangan agar organisasi baru ini sudah bersiap-siap untuk mau dan mampu menampung masuk dan menyatunya organisasi-organisasi mahasiswa Katolik lain yang telah berdiri berlandaskan asas dan landasan lain, seperti KSV-KSV di daerah-daerah pendudukan Belanda guna menuju persatuan dan kesatuan Indonesia.
Dasar pedoman (AD/Anggaran Dasar) PMKRI Yogyakarta diterima sebagai AD sementara PMKRI hingga ditetapkannya AD PMKRI yang definitif.
PMKRI didirikan di Yogyakarta pada tanggal 25 Mei 1947.
PMKRI berkedudukan di tempat kedudukan Pengurus Pusat PMKRI.
Empat cabang pertama PMKRI adalah : PMKRI Cabang Yogyakarta, PMKRI Cabang Bandung, PMKRI Cabang Jakarta, dan PMKRI Cabang Surabaya.
Dalam ART setiap cabang PMKRI harus dicantumkan kalimat,”PMKRI berasal dari Federasi KSV dan PMKRI Yogyakarta yang berfusi tanggal 11 Juni 1951”
Santo pelindung PMKRI adalah Sanctus Thomas Aquinas
Semboyan PMKRI adalah “Religio Omnium Scientiarum Anima” yang artinya Agama adalah jiwa segala ilmu pengetahuan.
Baret PMKRI berwarna merah ungu (marun) dengan bol kuning di atasnya.
Kongres fusi ini selanjutnya disebut sebagai Kongres I PMKRI.
Kongres II PMKRI akan dilangsungkan di Surabaya, paling lambat sebelum akhir Desember 1952 dan PMKRI Cabang Surabaya sebagai tuan rumahnya.
Masa kepengurusan PMKRI adalah satu tahun, dengan catatan: untuk periode 1951-1952 berlangsung hingga diselenggarakannya Kongres II PMKRI.
PP PMKRI terpilih segera mendirikan cabang-cabang baru PMKRI diseluruh Indonesia dan mengenai hal ini perlu dikoordinasikan dengan pimpinan Waligereja Indonesia.
PK Haryasudirja secara aklamasi ditetapkan sebagai Ketua Umum PP PMKRI periode 1951-1952.
Dengan keputusan itu maka kelahiran PMKRI yang ditetapkan pada tanggal 25 Mei 1947 menjadi acuan tempat PMKRI berdiri. PMKRI didirikan di Balai Pertemuan Gereja Katolik Kotabaru Yogyakarta di jalan Margokridonggo (saat ini Jln. Abubakar Ali). Balai pertemuan tersebut sekarang bernama Gedung Widya Mandala.
Penentuan tanggal 25 Mei 1947 yang bertepatan sebagai hari Pantekosta, sebagai hari lahirnya PMKRI, tidak bisa dilepaskan dari jasa Mgr. Soegijapranata. Atas saran beliaulah tanggal itu dipilih dan akhirnya disepakati para pendiri PMKRI, setelah sejak Desember 1946 proses penentuan tanggal kelahiran belum menemui hasil. Alasan beliau menetapkan tanggal tersebut adalah sebagai simbol turunnya roh ketiga dari Tri Tunggal Maha Kudus yaitu Roh Kudus kepada para mahasiswa katolik untuk berkumpul dan berjuang dengan landasan ajaran agama Katolik, membela, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
2007/08/12
[+/-] |
PMKRI Gelar Rekrutmen Anggota Baru |
PONTIANAK – Perhimpunan Mahasiswa katolik Republi Indonesia (PMKRI) Cabang Pontianak, Sanctus Thomas More kembali menggelar Masa penerimaan anggota Baru (MPAB). Jenjang awal pembinaan yang merupakan bagian dari proses rekrutmen anggota kali ini diikuti 23 peserta yang dilaksanakan di dua tempat, Wisma PSE dan Margasiswa PMKRI, Jalan Imam Bonjol no. 338 Pontianak pada Jumat (15-17/12) lalu. Diakhir kegiatan, pada tanggal yang bersamaan peserta bersama panitia melakukan rekreasi di taman Jungkat Beach sekaligus penutupan rangkaian kegiatan MPAB.
Disamping memperkenalkan keorganisasian internal PMKRI baik materi demi materi yang ada, rangkaian kegiatan MPAB kali ini juga di isi dengan dialog bersama menyikapi isu-isu seputar daerah dengan mengusung topik: “Peran Kaum Muda Dalam menyikapi Isu-Isu Daerah”. Turut hadir sebagai narasumber dalam kegiatan tersebut adalah Drs. Cornelis, MH tokoh masyarakat dan juga selaku Bupati Landak, dan Makarius Sintong, SH, MH Dewan pertimbangan PMKRI yang juga selaku Sekretaris Umum Dewan Adat Dayak Kalbar.
Asri Yurikhe Maria dalam sambutannya selaku Ketua Panitia mengatakan bahwa MPAB sebagai proses awal untuk bergulat di PMKRI, dimana setiap calon kader bukan hanya diperkenalkan untuk memahami PMKRI semata, namun lebih dari itu, menurut mahasiswi STKIP PGRI Pontianak ini, peserta juga diajak untuk saling mengenal satu dengan lainnya. Karena menurutnya, dengan upaya saling mengenal tersebut, maka berarti membuka diri dalam menuju pintu persaudaraan sebagaimana amanah dari visi perhimpunan; terwujudnya keadilan sosial, kemanusiaan dan persaudaraan sejati.
Dikatakan pula, melaui MPAB sebagai tonggak awal elemen esensial dalam mengawali perjuangan bersama di perhimpunan. Maka dari itu, menurutnya pintu untuk saling mengisi, belajar dan berproses bersama juga akan selalu terbuka lebar bagi setiap kader. “Rekan-rekan, setelah anda menyatakan siap bergabung di PMKRI melalui kehadiran di MPAB ini, maka satu harapan saya; mari kita bangun kebersamaan dan komitmen untuk mengikuti proses ini dengan sungguh-sungguh” pinta Ikhe, sapaan akrabnya.
Sementara, Florensius Boy yang juga ketua Presidium PMKRI Cabang Pontianak mengingatkan bahwa kaum muda sebagai generasi penerus memiliki andil besar dalam mengusung sebuah perubahan, yang nantinya tidak mustahil menjadi pemimpin bangsa. Karenanya, sebagai bagian dari kaum muda pembawa perubahan (agent of change), peran mahasiswa menajadi penting. “Pada hari ini rekan-rekan diundang dan diharapkan dapat menjadi bagian dari agent of change dimaksud. PMKRI adalah salah satu bagian dari sekian banyak wadah pembinaan yang ada. Perlu di ingat, kita bisa berbuat bukannya untuk sebuah pujian namun untuk sebuah kemuliaan, Pro Ecclesia et Patria/untuk gereja dan tanah air” urai Boy.