.
Sabtu, 20 November 2010
Pada tanggal 3-5 Desember 2010, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas More Cabang Pontianak akan mengadakan Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB). MPAB ini adalah yang kedua kalinya. Sebelumnya MPAB sudah dilaksanakan pada bulan Juni 2010 yang lalu. Pada saat MPAB pertama, peserta yang mengikuti 34 orang dari 50 orang yang mendaftar. Jumlah yang cukup besar bagi PMKRI pontianak, mengingat pada MPAB tahun sebelumnya yang hanya diikuti oleh belasan peserta.
Martinus Rudi, selaku ketua panitia MPAB ke-2 mengatakan target jumlah peserta MPAB ke-2 ini sekitar 100 orang, mengingat animo mahasiswa katolik yang ingin berproses di PMKRI sangatlah tinggi. Lidya Natalia Sartono Ketua Presidium, menjelaskan bahwa mengapa PMKRI Pontianak melaksanakan MPAB dua kali, dikarenakan untuk menambah kader-kader PMKRI yang militan mengingat tahun sebelumnya PMKRI Pontianak krisis kader yang militan. Mahasiswi semester akhir STKIP ini juga menambahkan bahwa untuk mempersiapkan Kongres Nasional XXV dan MPA XXVI PMKRI pada tahun 2011, mengingat PMKRI Pontianak menjadi tuan rumah, jadi kalau kadernya sedikit bagaimana mempersiapkan even sebesar itu ujarnya.
Sampai saat ini kesiapan panitia sudah mencapai 40 persen. Tinggal menambah pundi-pundi pendanaan saja yang masih kurang kata Pak Ketua Panitia. Dia berharap panitia untuk selalu semangat dan bekerja keras mensukseskan MPAB ke-2 ini, dan mengultimatum panitia jika hanya setengah-setengah dalam bekerja akan di keluarkan dari kepanitiaan lanjut mahasiswa semeter lima di STIE Indonesia ini.
Salah satu strategi PMKRI Pontianak untuk mensukseskan MPAB ini menurut pantauan redaksi, dengan mensosialisasikan MPAB ke-2 kepada mahasiswa katolik di beberapa perguruan tinggi yang ada di Pontianak. Perguruan tinggi itu seperti Universitas Tanjungpura, Universitas Panca Bakti dan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Pontianak. (red_wil regaz)
2010/11/20
[+/-] |
PMKRI Pontianak akan melaksanakan MPAB ke-2 |
2010/10/27
[+/-] |
Pengurus Pusat PMKRI dan DPC PMKRI cabang Pontianak bertemu dengan Gubernur Kalimantan Barat |
.
Sehubungan dengan akan diselenggarakannya kongres nasional ke XXV dan MPA XXVI Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) pada tahun 2011 maka pada hari Selasa tanggal 04 oktober 2010, bertempat di rumah jabatan gubernur kalimantan barat, Sekretaris Jendral pengurus pusat PMKRI (Emanuel Herdyanto) dan Komisari Daerah PMKRI Kalbar (Hendrikus Hen) beserta Ketua Presidium PMKRI cabang Pontianak (Lidya Natalia S) bertemu dengan guberbur kalimantan barat bapak Drs. Cornelis MH,SH. Kongres nasional dan MPA merupakan kegiatan tetap organisasi yang secara periodik setiap 2 tahun sekali. Penetapan tuan rumah pelaksanan kogres dan MPA di pontianak dilakukan dalam pelaksanaan kongres nasional dan MPA di Denpasar pada tahun 2009. Sesuai ketetapan MPA No.15 tentang tuan rumah penyelenggara kongres nasional dan MPA PMKRI selanjutnya adalah di Pontianak.
Kongres Nasional merupakan forum pembedah isu-isu strategis problem sosial kemasyarakatan, di forum tersebut kita akan menyelenggarakan beberapa sesi seminar nasional dengan mengahdirkan beberapa pembicara nasioanal maupun lokal. Selama ini PMKRI secara nasional konsen pada isu Isu perbatasan, lingkungan dan Prulalisme pelanggaran HAM, Demokratisasi dll Hasil-hasil dari seminar tersebut selanjutnya di jadikan sebagai isu bersama yang akan di kawal dalam kerja-kerja organisasi selanjutnya. Sementara MPA (majelis permusyawaratan Anggota) adalah forum sidang organisasi yang akan dilakukan dengan agenda-agenda seperti : - evaluasi perkembangan organisasi, perumusan perubahan atau pembenahan internal organisasi, sidang laporan pertanggungjawaban mandataris MPA/formatur tunggal Ketua Presidium PP PMKRI periode 2009-2011, sidang penetapan tuan rumah penyelenggara Rakernas dan terakhir penetapan tuan rumah penyelenggga MPA selanjutnya. Kegiatan ini akan di ikuti oleh 60 cabang PMKRI dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Forum pertemuan organisasi mahasiswa katolik yang telah berusia 63 tahun ini menjadi strategis ditahun 2011 sebab ditengah kondisi bangsa yang sedang mengalami krisis serperti saat ini mahasiswa dengan segenap potensinya diharapakan mampu melakukan kerja-kerja strategis guna mendorong perubahan ke arah yang lebih baik. Pontianak akan menjadi tempat di mana mahasiswa Katolik akan berbicara secara nasional tentang bagaimanakah perubahan kehidupan bangsa dilakukan. Isu-isu strategis dan pembenahan internal organisasi pada pelaksanaan kegiatan tersebut diharapkan mampu membawa PMKRI sebagai salah satu pilar sivil society mampu melakukan kerja organisasi di masa yang akan datang.
Dalam pertemuan tersebut kami bermaksud menyampaikan kepada bapak gubernur kalimantan barat terkait pelaksanaan kegiatan dimaksud dan meminta kesediaan bapak membuka sekaligus membantu kami guna suksesnya pelaksanaan kegiatan dimaksud. Bapak gubernur menyambut baik rencana kegitan tersebut dan akan membantu kami. Beliau juga menyampaikan banyak saran serta masukan mengenai kegiatan tersebut. Hal lain yang menarik dalam pertemuan tersebut adalah bahwa gubernur sangat peduli dengan upaya pengembangan organiasasi kepemudaan dan mahasiswa. kaum muda wajib untuk masuk kedalam dunia organisasi; ujar bapak Gubernur. Ada tiga hal yang penting dalam kehidupan dengan situasi sosial yang rapuh seperti saat ini, iman yang kuat, kesadaran berorganisasi dan kemauan bersatu ujar beliau.
2010/10/16
[+/-] |
Masih berniat hancurkan hutan? |
By. Lidya NS*
Apa yang menjadi judul dari naskah ini merupakan cerminan dari sebuah kegelisahan penulis atas gambaran kondisi sumber daya alam (hutan) yang kian merana, perlahan hilang dan terkuras karena ulah manusia yang cenderung eksploitatif. Praktek seperti ini misalnya terlihat dengan maraknya upaya perambahan hutan baik melalui aktifitas illegal logging maupun melalui praktek ”leggal logging” yang hadir melalui kebijakan investasi pembukaan kawasan hutan untuk berbegai kepentingan yang mengejar keuntungan bisnis semata seperti halnya untuk pembukaan perkebunan skala besar.
Akibat yang terjadi kemudian dimana kondisi bumi kian ”keropos” dan perubahan cuaca yang semakin tak menentu akhir-akhir ini. Kondisi dilematis ini begitu terasa dan kentara dengan situasi yang kasat mata bila dilihat sendiri disaat suatu kawasan yang dulunya berdiri tegakan pohon yang rimbun berubah menjadi kawasan yang berbeda dari sebelumnya megalami degradasi dan bahkan terjadi deforestasi. Kondisi ini juga kemudian memberi dampak pada keberadaan makhluk hidup penghuni planet bumi yang berharap adanya kontribusi hutan yang lestari terhadap kehidupan.
Bila dimasa silam perubahan situasi berkenaan dengan cuaca dan iklim yang terjadi masih bisa diprediksi dan diketahui melalui tanda-tanda alam maupun melalui kalender yang berlangsung seperti biasa dalam setiap tahunnya, maka kondisi saat ini tidak lagi demikian. Hal ini telah menjadi fenomena global yang pada akhirnya tidak gampang diprediksi. Bila diminta memilih dengan menjalani kondisi dimasa sekarang mengingatkan kita pada situasi masa silam. Akan banyak diantara kita yang berharap “aku ingin kondisi seperti dulu lagi” atau mencari suasana yang indah , sejuk dan aman serta damai. Situasi dimana kehidupan masyarakat begitu dekat dengan alam menjadi impian. Kesadaran masyarakat terhadap kehidupan alam yang masih sangat ”original” saat itu berimbas pada menguatnya budaya dan adat istiadat di masyarakat.
Berbalik dengan kondisi lingkungan sekarang, dampak dari perubahan kondisi alam bisa dirasakan langsung. Perubahan cuaca seperti curah hujan tidak menentu, kadang terasa panas dan seketika gampang berubah mendung. Gejala ini tidak sampai disitu. Bencana alam akhir-akhir ini terjadi dimana-mana. Bencana longsor, banjir besar, tercemarnya sungai dan sejumlah fenomena lainnya adalah sebuah realita bahwa alam kita mengalami persoalan. Semakin jelas bumi tidak lagi ”bersahabat” dengan makhluk hidup yang bermukim di dalamnya. Fakta lainnya juga kemudian berimbas pada segala aspek kehidupan yang memberi peluang lahirnya multi krisis bagi warga bila tidak segera diantisipasi secara dini karena kita telah menyaksikan bagaimana akhirnya petani bisa mengalami gagal panen, para nelayan tak memperoleh hasil tangkapan seperti biasa lagi, arus ekonomi lumpuh karena banjir dan bencana lainnya.
Era modernisasi yang berlangsung cepat seringkali membuat kita terlena, sementara perkembangan ilmu pengetahuan yang seharusnya mempermudah kita untuk dapat menemukan solusi menghadapi berbagai kemungkinan persoalan serigkali justeru disalahgunakan untuk kepentingan yang kurang produktif. Orientasi kebutuhan ekonomi seringkali membuat kita lupa untuk menggunakan akal sehat dan pengetahuan yang dimiliki secara lebih baik untuk kemaslahatan bersama. Apa yang sedang terjadi membuat kita harusnya tidak bisa tutup mata.
Berbagai slogan-slogan dalam sejumlah aksi seringkali didengungkan untuk mengingatkan kita agar peduli serta peka terhadap kondisi lingkungan yang lestari; ”Mari menjaga lingkungan bersih dan aman, selamatkan hutan dari eksploitasi hutan skala besar, gunakan kekayaan alam sebaik-baiknya, mari hentikan pamanasan global dan lain-lain”. Menguatnya harapan agar semua pihak peduli lingkungannya menjadi suatu yang wajar disaat kondisi bumi yang kita tinggali saat ini mulai rusak yang ditandai dengan gejala mulai hancurnya sumber daya hutan dengan fenomena alam yang cenderung ekstrim kini.
Keindahan alam, sungai yang jernih dengan berbatuan, ikan sungai sumber lauk yang lezat, binatang darat yang jinak, lucu, buas dan nakal, serta burung-burung yang selalu berkicau indah, juga sayuran alami dari hasil pertanian di dalam hutan dan kondisi rawa yang menyimpan keistimewaannya tersendiri. Kesemuanya merupakan gambaran dari betapa indahnya alam ciptaan-Nya. Namun demikian, akankah menjadi kenangan yang terindah dan tak akan pernah lagi disaksikan generasi mendatang untuk selamanya?
Begitu tega dan serakahnya para pendahulu kami! Kakek-Nenek kami! Kalimat ini yang mungkin akan ”dinyanyikan” oleh generasi mendatang sebagai bentuk ”protes” atas nasib yang kemudian mereka alami dengan kondisi hutan-tanah-air yang tidak seoriginal aslinya lagi karena dibabat. Karenanya, produk kebijakan pembangunan atas kesejahteraan harusnya benar-benar menyentuh aspek kepentingan bersama yang tidak semata pada prioritas kebutuhan ekonomi semata. Aspek persoalan terkait dengan lingkungan lestari, sosial dan budaya mesti mendapat tempat. Akses dan kontrol rakyat atas lingkungannya harus terus didorong dan ciptakan. Kebijakan yang cenderung ”mengebiri” dan mengabaikan hak-hak rakyat atas lingkungannya harus dihapuskan. Kita tentu tidak ingin lagi terjadi konflik karena pengelolaan sumber daya alam yang buruk. Kita tentu tidak ingin lagi bencana melanda negeri ini terus menerus. Kita tentu tidak ingin lagi ada pembatasan akses warga atas potensi alamnya. Kita juga tentu tidak ingin kaum perempuan kian mengalami persoalan karena pengurasan SDA yang terus menerus tanpa kendali. Kriminalisasi yang berujung pada kurungan penjara yang dialami masyarakat (adat) atas keinginan untuk terjaganya hutan-tanah-air dan pelanggaran HAM warga di negeri ini jangan lagi terjadi!
Pada akhirnya, kebijakan pemerintah yang pro rakyat dan pro terhadap keberlanjutan ekologi menjadi harapan, menjadi penantian bersama yang terus akan digelorakan.
Pemerintah yang memiliki komitmen perjuangan bersama rakyat sudah saatnya tidak ”menghamba” dan tidak tunduk pada pemodal. Komitmen penyelamatan bumi dan untuk masa depan bumi membutuhkan keterlibatan seluruh warga penghuni bumi. Kebijakan pembukaan kawasan skala besar melalui pembukaan lahan bagi perkebunan dan eksploitasi yang membutuhkan hutan rimba dan kemudian cenderung merusak hendakanya tidak dipaksakan dan tidak diteruskan lagi. Bila masih ada niat baik untuk mewariskan bumi yang indah bagi generasi mendatang, maka tentu kebijakan yang eksploitatif dan bombastis terhadap sumber daya alam tidak perlu dipaksakan. Dan atau masih adakah niat untuk terus menghancurkan hutan sehingga generasi mendatang tidak lagi sempat menikmatinya ?
.
(Penulis, Ketua PMKRI Santo Thomas More Pontianak periode 2010-2011)
2010/07/18
[+/-] |
Bijak Menyikapi Perbedaan |
Selasa, 29 Juni 2010
By. Hendrikus Adam*
Kemajemukan sudah taken for granted, realitas yang harus diterima sebagai kenyataan yang perlu disyukuri. Walaupun kemajemukan memungkinkan potensi gampang terjadinya bentrok dan konflik, realitas merupakan anugerah yang kita perkaya dan kembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Pernyataan Jakob Utama dalam sebuah artikelnya berjudul "Merajut Nusantara, Menghadirkan Indonesia" yang ditulis bertepatan dengan Ultah ke-45 Harian Kompas (28/6/2010) menarik disimak. Selanjutnya pada waktu bersamaan, warga Kalbar mengenang Hari Berkabung Daerah (28 Juni 2010) guna mengenang kembali Peristiwa Mandor atas pembantaian tentara Jepang terhadap warga Kalbar di era penjajahan sekitar tahun 1944.
Bertepatan dengan kedua moment diatas, dalam sebuah media online (fb), saya dikirimi tautan oleh seorang rekan soal press release dari berbagai elemen masyarakat di Kalimantan Barat mengenai sikap keberatannya terhadap stetement Pejabat Negara, Tifatul Sembiring (Menkoinfo RI) yang dinilai menciderai perasaan umat Kristiani khususnya dan seluruh warga negeri ini umumnya. Statemen Tifatul tersebut terkait dengan ungkapan beliau dalam menyikapi kasus asusila yang melibatkan oknum "mirip" tiga artis (Aril, Luna Maya dan Cut Tari) yang menurutnya harus diperjelas. Istilah "mirip" ketiga artis tersebut yang kemudian dianalogikan pula dengan perdebatan soal penyaliban mirip Nabi Isa yang dislib bagi Islam dan bagi umat Kristiani adalah Yesus sendiri yang disalibkan. Pernyataan Tifatul ini di sambut aksi damai sebagai bentuk protes oleh elemen warga Kalbar bertepatan dengan Peringatan Hari Berkabung Daerah. Pernyataan pejabat Negara yang dianggap tidak lumrah ini kemudian dikritisi karena dianggap berpotensi menimbulkan kondisi yang tidak diinginkan atas kenyataan kemajemukan sebagai khasanah budaya bangsa.
Dari apa yang disampaikan oleh setiap pejabat Negara yang sedianya dapat berlaku sebagai negarawan, maka sikap elemen masyarakat sipil memang seharusnya dapat berperan melakukan kontrol melalui baik kritik maupun otokritik. Sikap penguasa yang direfresentasikan oleh pemerintah (baik pejabat negera di pusat maupun pejabat di daerah) yang berpotensi menjadi ancaman atas kondisi integrasi sosial selayaknya diawasi oleh segenap elemen bangsa.
Bahkan, bukan hanya Pejabat Negara (pejabat negara sejatinya mesti dapat berlaku sebagai negarawan), setiap masyarakat sipil juga diharapkan berhati-hati menyatakan pendapat (khususnya dimuka umum) yang berpotensi menimbulkan ketersinggungan antar sesama anak negeri di republik ini yang pada realitanya memang memiliki latar belakang yang beragam, terlebih bila menjurus pada persoalan SARA yang sangat sensitif.
Fenomena ini kiranya dapat menjadi pelajaran bagi kita semua untuk semakin menyadari bahwa Indonesia dan khususnya Kalimantan Barat adalah negeri yang plural, namun sangat rentan terhadap persoalan SARA. Keberagaman realitas yang sejak dulu menjadi warna unik sebagai perbedaan hakiki yang menuntut kita untuk dapat lebih bijak dalam membangun hidup bersama. Kondisi demikian menuntut setiap orang yang menyadari keberagaman latar belakang untuk terus hidup rukun dengan semangat egaliter, saling menghargai dan menyadari bahwa ada pihak lain yang “berbeda” dengan diri kita dalam hal identitas khususnya.
Banyak kasus fanatisme terhadap identitas tertentu (bahkan seringkali tidak kita sadari sekalipun) sering kali mengemuka di permukaan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan yang juga justeru berpotensi menjadi bara "konflik" antar warga yang pada dasarnya mencintai kedamaian maupun perdamaian. Pengalaman masa silam terkait konflik antar etnis di Kalimantan Barat dan sejumlah konfik lainnya yang bernuansa SARA di Tanah Air sedianya cukup menjadi pelajaran untuk kita memulai menyemai damai dalam keberagaman.
Di Kalimantan Barat, dinamika kasus Singkawang dengan patung naganya dan kutipan makalah yang diperdebatkan (meskipun berujung dengan penyampaian permohonan maaf lengkap dengan ritualnya akhir-akhir ini) adalah fenomena yang masih segar, betapa
Realitas hidup dalam keberagaman masih sangat rentan “disusupi” kepentingan tertentu yang menggunakan SARA sebagai pintu masuk yang selanjutnya memunculkan multipersepsi. Dalam artian bahwa, SARA seringkali dijadikan komoditas untuk kepentingan segelintir orang. SARA juga seringkali menjadi komoditas dalam gelanggang politik di negeri ini. Di Kabupaten Sintang maupun di Kabupaten Ketapang yang dalam waktu dekat akan melangsungkan pilkada ulang, isu SARA juga kental mewarnai perhelatan demokrasi tersebut. Singkat kata, integrasi sosial yang menjadi mimpi bersama akan tetap menjadi bulan-bulanan terkebiri manakala para pihak di republik ini tetap senang “memuluskan” impiannya dengan mengkomoditi isu SARA secara pulgar.
Disintegrasi tentu saja bukan tujuan dan keinginan kita, sehingga perlulah keterlibatan segenap komponen bangsa untuk memperteguh ikatan keberagaman dalam semangat kebersamaan untuk memperkokoh komitmen dalam semangat kesatuan sebagaimana keinginan pendiri Republik ini. Melakukan kontrol terhadap statemen pejabat negara, pejabat daerah maupun pernyataan setiap warga negeri ini yang berpotensi "mengancam" keutuhan NKRI selayaknya dilakukan secara kontinyu. Aksi yang beretika dan bermartabat dengan menghindari cara-cara anarkis perlu mendapat porsi yang dominan dalam menyampaikan aspirasi. Sebaliknya, pihak penguasa sejatinya dapat merespon dengan bijak aspirasi melalui pertimbangan hati nurani, bukan melalui pertimbangan kepentingan praktis yang rapuh dan haus kekuasaan.
Melihat aksi yang dilakukan elemen masyarakat sipil terhadap pernyataan pejabat Negara (Tifatul Sembiring) akhir-akhir ini, maka sikap bijak dari yang bersangkutan menjadi penantian guna memulihkan bukan hanya kepercayaan warga kepada pemerintah, namun juga memulihkan hubungan persaudaraan antar sesama warga Negara yang menjunjung tinggi konstitusi dan landasan hidup beregara dalam bingkai NKRI. Kejadian atas statemen pejabat Negara, kontraversi patung naga, isu SARA dalam pilkada di Kalbar dan sejumlah kejadian berbasis rasis lainnya hendaknya dapat menjadi media pembelajaran dan refleksi oleh pejabat negara yang bersangkutan, pejabat di daerah di seluruh Tanah Air, dan seluruh warga Negara ini, bahwasanya KITA tidak diwajibkan (dilakukan dengan sadar atau tidak) untuk melukai dan menciderai perasaan seluruh warga negeri ini dengan pernyataan tendensius berselimutkan unsur SARA yang justeru dapat mengancam integrasi sosial.
Sikap bijak dalam menyikapi dan mengelola perbedaan sebagai realitas yang hadir ditengah-tengah masyarakat negeri ini yang multi latar belakang menjadi keharusan dan syarat mutlak atas misi kedamaian untuk kemanusiaan yang bermartabat. Kemajemukan merupakan realitas yang hadir oleh karena kebesaran Sang Pencipta yang harus terus menerus dipelihara dalam hidup bersama. Demikian pula peristiwa Mandor hendaknya dapat menjadi refleksi bersama dalam membangun semangat persaudaraan antar warga khususnya di Kalimantan Barat yang pada realitanya majemuk.
*) Ketua Presidium PMKRI Pontianak periode 2008/2009, Peminat isu Perdamaian-lingkungan-Perempuan dan HAM, aktifis Walhi Kalbar.
2010/03/18
[+/-] |
Berita Perhimpunan |
PMKRI Kunjungi Posko Solidaritas Pewarta Indonesia
Tolak Kodam, Desak Hormati Kebebasan Pers
By. Hendrikus Adam
Bertempat di Posko Solidaritas Pewarta Indonesia (SPI) Kalimantan Barat Jalan Suprapto kompleks Yayasan Pemadam Kebakaran Panca Bakti, Aktifis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas More melakukan kunjungan silaturahmi kepada para Jurnalis. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai media untuk membangun silaturahmi kepada para pegiat media yang tergabung dalam Solidaritas Pewarta Indonesia yang ada di Kota Pontianak. Disamping itu, kunjungan tujuh orang aktivis PMKRI Pontianak tersebut juga sekaligus melakukan konferensi pers guna menyampaikan hasil forum Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) terkait dengan sejumlah poin isu sosial yang dirangkum dalam dokumen memorandum kemasyarakatan.
Aceng Mukaram, juru Bicara SPI menyatakan apresiasi dan menyambut baik kehadiran sejumlah aktivis PMKRI yang mengenakan atribut organisasi baret merah-bol kuning di kepala. Hal tersebut menurut kontributor Kantor Berita 68 H ini sebagai momentum baik untuk membangun tali sitalurahmi antar PMKRI dengan kalangan jurnalis. Aceng juga berbagi kisah mengenai mengenai suka dan duka sebagai seorang jurnalis. “Suka dan dukanya menjadi jurnalis tetap ada, namun yah sukurnya hingga saat ini kita bisa eksis,” jelasnya.
Dalam penjelasannya, Aceng Mukaram selanjutnya pula menceritakan latar belakang lahirnya Solidaritas Pewarta Indonesia sebagai sebuah forum komunikasi bagi para pewarta. Dikisahkan Aceng, hadirnya SPI berlatar dari aksi kekerasan yang selama ini terjadi dan dialami oleh para kuli tinta di Bumi Khatulistiwa khususnya. Pada hal menurut Aceng, dalam menjalankan tugasnya para Jurnalis dilindungi Undang-undang dan ada Kode Etiknya.
Sampaikan Memorandum Kemasyarakatan; Menolak Kodam, Minta Hargai kebebasan Pers
Bukan hanya bersilaturahmi, melalui pertemuan tersebut para aktifis PMKRI Pontianak juga menyampaikan 9 poin seruan yang merupakan mandat sidang Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pontianak yang diselenggarakan tanggal 19-21 Februari 2010 lalu. Melalui forum tertinggi di organisasi PMKRI Pontianak, disamping merumuskan dan mengkaji hal terkait internal organisasi juga menganalisa kondisi ekstenal organisasi yang terkait dengan dinamika kemasyarakatan di Kalimantan Barat khususnya.
Hasil lain dari kegiatan ini terpilihnya Lidya Natalia Sartono sebagai Mandataris RUAC/Formatur Tunggal/Ketua Presidium PMKRI Pontianak Santo Thomas More periode 2010-2011, menggantikan Hendrikus Adam Ketua PMKRI Pontianak sebelumnya. Disamping itu sidang RUAC saat itu juga menetapkan personil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terdiri dari Margareta Cony sebagai ketua, Herkulanus hendro sebagai Sekretaris dan Yogi Alexander sebagai anggota.
Dalam silaturahmi yang dilakukan, para aktifis PMKRI Pontianak yang di terima Aceng Mukaram (kontributor Radio KB 68 H) selaku juru bicara SPI bersama beberapa rekan, menyampaikan 9 poin seruan diantaranya; 1) Mendesak Pemerintah agar menghentikan perluasan areal untuk perkebunan Sawit dan memaksimalkan pengelolaan kebun yang telah ada serta menyelesaikan konflik yang dialami masyarakat, 2) Stop pelanggaran HAM dan Hormati Kekebasan Pers, 3) Hentikan pertambangan (liar) dan aktivitas perusakan lingkungan, 4) Mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan pembangunan kawasan perbatasan (khususnya di Kal- Bar karena merupakan wajah terdepan Indonesia), 5) Agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan Agenda Transmigrasi di Kal-Bar dan maksimalkan potensi lokal dalam pengelolaan sumber daya alam serta sumber lainnya, 6) Agar pemerintah memperhatikan usaha kecil dan menengah yang ada di Kal-Bar, 7) Tindak tegas pelaku kejahatan perdagangan manusia dan anak (trafficking), 8) Mendesak pemerintah untuk segera mencabut Undang–undang Badan Hukum Pendidikan, serta mewujudkan pendidikan gratis untuk semua dan 9) Menolak pembangunan Kodam di Kalimantan Barat (Meminta Pemerintah mengkaji ulang pembangunan Kodam).
Menurut Lidya Natalia, Ketua terpilih PMKRI Pontianak bahwa selama ini kebijakan pemerintah terkait dengan peningkatan kesejahteraan eoknomi, sosial, budaya dan keamanan masih remang dan seringkali tidak sejalan dengan apa yang diharapkan. Seruan dalam memorandum diharapkan Lidya dapat menjadi perhatian pemerintah karena hal tersebut sangat terkait dengan persoalan penting masyarakat yang harus mendapat perhatian.
Dalam kaitannya dengan penolakan Kodam, Lidya mengakui peran penjagaan terhadap kondisi keutuhan NKRI tidak sepenuhnya ada pada aparat keamanan. Namun juga melibatkan warga masyarakat seluruhnya. Apalagi dengan kondisi Kalimantan Barat yang hingga saat memang kondusif. “Yang pastinya dana untuk membangun Kodam itu jauh lebih besar, kenapa dana itu tidak di alihkan untuk kesejahteraan rakyat. Tidak ada jaminan penambahan jumlah personil dengan kondisi keamanan, terlebih penerimaan anggota militer selama ini selalu mendatangkan putra/putri di luar Kalimantan. Pemberdayaan untuk putra – putri daerah masih minim sekali,” jelas Lidya.
Aspek sumber daya alam turut menjadi perhatian seperti tergambar dalam memorandum kemasyarakatan PMKRI Pontianak. “Pemerintah sekarang harus menghentikan perluasan areal lahan untuk perkebunan sawit dan memaksimalkan pengelolaan kebun yang telah ada. Agar hutan lebat yang masih tersisa akan berdiri kokoh, indah dan subur. Konflik yang masih membuat masyarakat merasa tertindas sebaiknya di usut dengan tuntas, itulah ketidakamanan masyarakat sekarang yang perlu diperjuangkan,” jelasnya.
Hormati Kebebasan Pers
Sebagaimana seruan memorandum kemasyarakatan yang telah disampaikan, PMKRI Pontianak melalui forum RUAC juga menyerukan untuk menghormati kekebasan Pers. “PMKRI Cab. Pontianak berharap kepada seluruh pihak lapisan masyarakat dan pemerintah tanpa terkecuali untuk memberikan ruang kebebasan bagi insane Pers untuk menjalankan tugasnya, karena tanpa mereka dunia akan ‘mati’ dan kehidupan akan jalan sendiri – sendiri. Mereka juga di lindungi UU serta memiliki kode etik,” jelas Lidya Mahasiswi STKIP ini.
Atas insiden pada Jumat (12/3) sore, konflik yang berujung perusakan dan pembakaran terhadap pengrusakan terhadap bangunan kampus dan pembakaran terhadap sekretariat; Sema, Bengkel Seni Fisipol dan Gerakan Mahasiswa Panerinta Alam (GEMPA) yang merupakan salah satu unit bangunan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura. PMKRI Pontianak dalam hal ini sangat menyayangkan hal tersebut terjadi. “Kejadian kekerasan oleh beberapa mahasiswa terhadap teman-teman wartawan seperti yang baru terjadi menimpa saudara Faisal (kontributor Metro TV) dan Arif (dari Harian Metro Pontianak), memang tindakan yang benar-benar mencoreng nama baik kaum intelektual penerus bangsa. Jadi apa yang di peroleh selama kuliah kalau begitu, sebaiknya bila ada persoalan baiknya diselesaikan secara baik-baik, jangan sampai teman-teman media yang malah jadi sasarannya,” jelasnya.
Dari insiden tersebut, bukan setidaknya ada tiga hal yang penting menjadi catatan kritis bersama sebagai akibat yakni; 1) Dunia Pendidikan (Untan khususnya) ternodai, 2) Citra Mahasiswa sebagai kaum “intelektual” dan terpelajar dicoreng, serta 3) Terjadinya kekerasan dan intimidasi terhadap Jurnalis.
Seminar Penyelamatan Pulau Kalimantan
Kepengurusan PMKRI Pontianak yang baru terpilih rencananya akan di lantik langsung oleh Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI pada tanggal 17 April 2010 yang akan menggunakan tempat di Rektorat Universitas Tanjungpura Lantai III. Menurut Lidya Natalia Sartono, kegiatan ini akan rencananya akan diisi dengan seminar regional bertajuk; “Revitalitas Peran Kaum Muda dalam Upaya Penyelamatan Pulau Kalimantan dari Ancaman Kerusakan Ekologi”.
Di katakan Lidya, kegiatan ini akan menghadirkan sejumlah narasumber seperti Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Gubernur Kalbar, Gubernur Kalteng, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Direktur Institut Dayakologi, dan dirinya selaku Ketua PMKRI Pontianak terpilih. Kegiatan pelantikan dan seminar juga sebagai moment bagi PMKRI Pontianak untuk melakukan konsolidasi bersama perwakilan delegasi PMKRI se-Kalimantan yang akan turut hadir. Adapun pembahasan internal dari konsolidasi PMKRI di Pontianak tersebut akan membahas mengenai Persiapan Kongres Nasional dan Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) pada tahun 2011 dimana PMKRI Pontianak sebagai Tuan Rumah penyelenggaraan acara ini. Lebih khusus dalam ajang pelantikan tersebut, juga akan diagendakan pembahasan mengenai Komisaris daerah PMKRI di Kalimantan Barat.
.
2010/03/12
[+/-] |
Seruan Thomas More |
Selamat atas terpilihnya Lidya Natalia Sartono sebagai Ketua PMKRI Pontianak yang baru.
Memorandum Kemasyarakatan
PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA (PMKRI)
SANTO THOMAS MORE CABANG PONTIANAK
Perkembangan IPTEK yang mengglobal tidak biasa dihindari dalam kehidupan dengan sejumlah konsekuensi logisnya sebagai dampak yang kemudian membawa persoalan dimasyarakat. Kompleksnya persoalan terkait perkembangan IPTEK perlu mendapat perhatian bersama segenap komponen bangsa. Demikian halnya dengan kondisi tersebut, peran penting pengambil kebijakan (Pemerintah) diharapkan dapat melakukan langkah-langkah proteksi maupun perlindungan secara komperhensif terkait dengan berbagai ekses destruktif dari sebuah dampak produk global terhadap kondisi masyarakat. Hadirnya pemerintah sebagai “pelayan” yang mestinya sungguh berjuang untuk kepentingan masyarakat. Namun faktanya, kesenjangan antara teori dan praktek seringkali tidak berkesinambungan adalah persoalan serius yang mestinya mendapat perhatian.
Keterbukaan dan kebebasan akses informasi selalu dijadikan pembenaran dari implementasi arus besar ini tanpa melihat kerapuhan pondasi ekonomi sebuah negara. Namun menghadapi kondisi pada saat ini tidak mudah kita elakan melalui perdagangan bebas misalnya, menuntut sikap kritis berbagai elemen bangsa. Dalam kaca mata teoritis, krisis ekonomi selalu akan membawa krisis multidimensi di bidang ekologi, kebudayaan, norma, stabilitas politik dan kemajemukan bangsa.
Eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkonrol selalu menyisakan kerusakan ekosistem yang bedampak pada ketidakseimbangan alam. Sebuah kondisi memilukan manakala sebuah negeri ini kaya SDA, namun tetap saja miskin. Ketidakmampuan mengelola sebenarnya lebih pada support nyata dari upaya yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mengembalikan hasil kekayaan tersebut kepada masyarkat untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Bukan kemakmuran hanya untuk segelintir orang saja! Pengembangan usaha perkebunan monokultur skala besar secara massif tanpa memperhatikan keberadaan Hutan-Tanah-Air yang merupakan sumber hidup dan kehidupan masyarakat lokal telah melahirkan konseskuensi logis. Konflik, intimidasi dan perampasan tanah serta hilangnya “apotik dan supermarket” masyarakat lokal karena digarap melalui pembukaan Hutan-Tanah-Air skala besar adalah bentuk tindakan yang telah berhasil melukai hati maupun perasaan rakyat kecil.
Krisis norma juga menjadi perhatian yang sangat serius. Padahal sebelumnya, masyarakat lokal telah mempunyai konsensus kearifan lokalnya masing-masing. Menguatnya gerakan-gerakan kedaerahan sebagai wujud dari protes ketidakadilan yang mereka alami, hendaknya tidak menceraiberaikan makna dari semangat kebersamaan dan persatuan didalam keberagaman dalam bingkai NKRI. Semangat perlawanan rakyat melalui gerakannya hendaknya tidak berujung pada sebuah kondisi disintegrasi bangsa.
Melemahnya mentalitas melalui kesepakatan atau pelaksanaan nilai-nilai moral membuat batas-batas kebaikan dan keburukan yang selama ini terbangun menjadi bias. Oknum tertentu bisa semau mereka mengatasnamakan golongan atau kelompok tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan yang merugikan kelompok lain, dan bahkan bisa mengancam integrasi bangsa.
Hal lain yang mewarnai dinamika masyarakat Kalbar khususnya dan Indonesia umumnya adalah fenomena perdagangan perempuan dan anak (trafficking), potensi pelanggaran HAM sebagai akibat dari kebijakan pembangunan dan tindakan aparat dalam berbagai kondisi yang cenderung represif serta kekebasan insan pers yang “dikungkung” oleh sikap repressif oknum tertentu.
Berbagai dinamika yang terjadi kiranya dapat disikapi secara arif dan bijaksana oleh setiap anak negeri ini. Semangat persatuan dan kebersamaan dalam realitas keberagaman harus menjadi panglima di republik. Kebersamaan atas keberagaman mutlak, dan ketidak adilan harus ditegakkan!
Dengan beberapa catatan diatas, melalui forum Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia St. Thomas More Cabang Pontianak, sebagai bagian integral negeri ini menyerukan :
1. Mendesak Pemerintah agar menghentikan perluasan areal untuk perkebunan Sawit dan memaksimalkan pengelolaan kebun yang telah ada serta menyelesaikan konflik yang dialami masyarakat.
2. Stop pelanggaran HAM dan Hormati Kekebasan Pers
3. Hentikan pertambangan (liar) dan aktivitas perusakan lingkungan.
4. Mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan pembangunan kawasan perbatasan (khususnya di Kal- Bar karena merupakan wajah terdepan Indonesia).
5. Agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan Agenda Transmigrasi di Kal-Bar dan maksimalkan potensi lokal dalam pengelolaan sumber daya alam serta sumber lainnya.
6. Agar pemerintah memperhatikan usaha kecil dan menengah yang ada di Kal-Bar.
7. Tindak tegas pelaku kejahatan perdagangan manusia dan anak (trafficking).
8. Mendesak pemerintah untuk segera mencabut Undang–undang Badan Hukum Pendidikan, serta mewujudkan pendidikan gratis untuk semua.
9. Menolak pembangunan KODAM di Kalimantan Barat (Meminta Pemerintah mengkaji ulang pembangunan Kodam).
Demikian memorandum kemasyarakatan ini kami sampaikan sebagai respon atas berbagai fenomena sosial kemasyarakatan.
Pontianak, 21 Februari 2010
Pro Ecclesia Et Patria
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
Santo Thomas More Pontianak
Catatan:
Draf Memorandum Kemasyarakatan ini dirumuskan bersama dalam acara forum resmi Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pontianak, sebagai sebuah forum strategis dalam mengkaji dan merumuskan berbagai langkah maupun kebijakan internal organisasi, serta sebagai ruang untuk mengkaji dan mengkritisi kondisi sosial kemasyarakatan secara eksternal. Sidang Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) juga menghasilkan terpilihnya Mandataris RUAC/Formatur Tunggal/Ketua Presidium PMKRI Pontianak yang baru (Terpilihnya Lidya Natalia Sartono (085245113968) sebagai Ketua Presidium baru menggantikan Hendrikus Adam, Ketua PMKRI Pontianak sebelumnya ).
.
2010/02/21
[+/-] |
KP Baru PMKRI Pontianak |
Melalui Sidang Rapat Umum Anggota Cabang (ruAC) pada tanggal 19 hingga 21 Februari 2010 bertempat di Margasiswa PMKRI Pontianak telah memutuskan terpilihnya Lidya Natalia Sartono sebagai Ketua Presidium PMKRI Santo Thomas More Pontianak periode 2010/2011 menggantikan saudara Hendrikus Adam KP sebelumnya.
Usai pemilihan KP dengan penutupan RUAC tadi subuh yang bertepatan dengan hari Minggu, peserta RUAC kemudian mengikuti Misa bersama di Gereja Katedral Santo Yoseph Pontianak di Jalan Patimura. Peserta yang langsung berangkat dari Margasiswa mengikuti Misa pertama pukul 06.00 wiba dengan mengenakan Baret Merah yang cukup menyita perhatian umat lainnya.
Pro Ecclesia Et Patria.
.
2010/02/15
[+/-] |
RUAC PMKRI Pontianak |
Petra,
Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pontianak akan segera di gelar. Pelaksanaan kegiatan guna mengakhiri masa kepengurusan sebelumnya ini rencananya akan dihelat pada tanggal 19 hingga 21 Februari 2010. Dengan dibacanya informasi mengenai pelaksanaan forum tertinggi di PMKRI Cabang Pontianak ini, sekaligus undangan bagi seluruh warga PMKRI Santo Thomas More Pontianak. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Franz Wely Winarno (Ketua Panitia/085252211989), Leo (sekretaris/085252573594) dan Irenewati (Bendahara/085245431156). PeeP-RosA.
.
2010/02/05
[+/-] |
Selamat Berbahagia |
Selamat Berbahagia...
Setiap anak manusia dilahirkan
Ia hadir di dunia melalui perantara seorang ibu
melewati rangkaian proses kehidupan
bertumbuh dewasa...
dan akhirnya...
takdir mempertemukannya...
seorang gadis menjadi tambatan hatinya...
dan kini
kedua insan bersepakat menyatu dalam smangat KASIH
dimana masanya telah tiba...
6 Februari 2010 di Ketapang, Kalimantan Barat...
Pelayaran kehidupan dalam sebuah Bahtera keluarga dimulai...
Rasa bahagia dari berbagai penjuru menjadi menjadi semarak
Keluarga, sanak saudara, kenalan, tetangga, dan mereka yang mengasihi
Juga keluarga besar PMKRI Pontianak
Bersuka cita untuk peristiwa itu
Pernikahan suci dan smoga tetap abadi...
Selamat berbahagia KANDA...
Selamat menempuh HIDUP BARU...
PeeP - Rosa
Pontianak, 5 Februari 2010
.
2010/02/04
[+/-] |
MPA PMKRI di Denpasar |
Kepemimpinan Baru PMKRI dan Seruannya
Teka teki kepemimpinan nasional Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas Aquinas yang beralamat di Jalan Sam Ratulangi Nomor 1 Jakarta Pusat terjawab sudah dengan terpilihnya Stefanus Asat Gusma sebagai ketua yang baru. Hal tersebut diketahui setelah sebelumnya, bertempat di Rumah Retret Khalawat Tegal Jaya, Jalan Kubu Gunung No. 888, Tegal Jaya, Kuta, Bali pada tanggal 17-20 Desember 2009, PP PMKRI menyelenggarakan Kongres Nasional XXVI dan Sidang Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) XXV. Kegiatan ini merupakan bagian dari program masa akhir Pengurus Pusat PMKRI Santo Thomas Aquinas periode 2006-2008 hasil Kongres dan MPA PMKRI di Jayapura tahun 2006.
Kongres Nasional kali ini mengangkat tema “Menegaskan Kembali Semangat Dasar Persatuan Nasional Indonesia” diisi dengan sesi seminar yang menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya DR. Bima Arya Sugiarto (Pakar Ilmu Politik), Bartolomeus Jematu (Ketua Presidium PP PMKRI Santo Thomas Aquinas periode 2006-2008), dan sejumlah narasumber lainnya. Sedangkan tema MPA PMKRI kali ini “Rekonsilidasi Organisasi Menuju PMKRI yang Satu dan Kontributif”.
Tujuan digelarnya Kongres Nasional dan MPA PMKRI sebagai media untuk; a) mencermati, menganalisa dan menyikapi dinamika sosial kemasyarakatan, yang mencakup isu-isu strategis lokal, nasional dan global, b) melakukan proses rekonsolidasi organisasi dan mengambil langkah-langkah organisatoris untuk mengatasi krisis intern organisasi, dan c) melakukan proses regenerasi kepemimpinan organisasi melalui proses dan mekanisme yang legitimate, legal, demokratis demi keberlanjutan dan kemajuan organisasi.
Sedangkan MPA yang digelar dalam waktu yang bersamaan lebih bersifat internal organisatoris yang dihadiri oleh sejumlah delegasi dari berbagai Cabang PMKRI di seluruh Nusantara. Kegiatan ini juga membahas mengenai tinjauan organisasi yang diisi dengan sidang-sidang membahas sejumlah agenda; LPJ kepengurusan PP PMKRI 2006-2008, pencabangan, pemilihan anggota BPA PP PMKRI dan penetapan sejumlah agenda lainnya.
Tuan Rumah Kongres 2011
Dari sejumlah agenda, Sidang Majelis MPA menetapkan sejumlah keputusan penting yakni; a) menetapkan Kota Jajakan Singkawang untuk pengembangan PMKRI dengan dampingan PMKRI Pontianak dan Kota Jajakan Baeawa dengan dampingan PMKRI Ende b) menetapkan Kota Jajakan PMKRI Melawi menjadi Calon Cabang PMKRI Melawi yang didampingi oleh PMKRI Sintang dan meningkatkan status kota jajakan Bintuni menjadi Calon Cabang c) menetapkan anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) PP PMKRI periode 2009-2011 yang beranggotakan 3 cabang diantaranya PMKRI Cabang Sintang, PMKRI Cabang Jakarta Utara dan PMKRI Cabang Manokwari, d) menetapkan calon cabang Atambua menjadi Cabang Atambua.
Di samping itu, forum sidang MPA juga menyatakan menerima LPJ Kepengurusan PP PMKRI 2006-2008 di bawah kepemimpinan Bartolomeus Jematu (Asal Cabang PMKRI Jakarta Timur.
Dari empat kandidat (Arnold Yansen Da Gomez, Stefanus Asat Gusma, Emanuel Herdyanto dan Hendrikus Adam) yang berhasil disaring melalui mekanisme sidang yang dipimpin Panitia Ad Hoc Emanuel Rewu Cs, akhirnya Stefanus Asat Gusma (PMKRI asal Cabang Surakarta) terpilih sebagai Ketua Presidium PP PMKRI yang baru untuk periode 2009-2011.
Gusma terpilih dalam putaran kedua yang unggul 6 suara dari Arnold Yansen Da Gomez yang hanya memperoleh 9 suara. Pada pemilihan pertama para kandidat tidak memperoleh suara melebihi 1/2n+1 sebagai mana disyaratkan, sehingga dilanjutkan pemilihan putaran kedua.
Dua kandidat lainnya (Emanuel Herdyanto dan Hendrikus Adam) pada putaran kedua tidak lagi turut serta dipilih karena berdasarkan mekanisme, yang berhak maju dalam putaran kedua adalah dua kandidat yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua. Hasil keputusan Sidang MPA lainnya yakni menetapkan PMKRI Cabang Ende sebagai penyelenggara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) tahun 2010 dan menetapkan PMKRI Pontianak Santo Thomas More sebagai Tuan Rumah penyelenggara Kongres Nasional XXVII dan Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) XXVI tahun 2011.
Desak Hentikan Eksploitasi SDA
Melalui hasil siding MPA, PMKRI juga mencoba mengkritisi dinamika sosial kemasyarakatan yang menjadi perhatiannya di berbagai penjuru nusantara. Hasil rumusan yang sekaligus aspirasi tersebut dituangkan dalam draft memorandum kemasyarakatan melalui ketetapan nomor 08/TAP/MPA-XXV/2009 yang berisi seruan menolak dan menghentikan segala bentuk eksploitasi sumber daya alam (SDA) yang merusak dan menghancurkan ekosistem seperti perluasan perkebunan tanaman monokultur sawit skala besar yang marak dilakukan di Indonesia. Juga mendesak pemerintah untuk meninjau kembai perjanjian dengan perusahaan pertambangan asing dan lokal yang secara kasat mata telah merusak ekosistem dan merugikan rakyat.
Hasil lainnya adalah, peserta forum MPA PMKRI menuntut untuk dituntaskannya proses hukum kasus Bail Out Century, mendesak pemerintah untuk mempercepat upaya perundingan RI, Australia, dan Timor Leste dalam kasus perbatasan dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Juga mendesak agar dihapuskannya lembaga teritorial militer untuk mendorong civil society sehingga berdaulat penuh terhadap hak-hak sipil. Juga menuntut pemerintah untuk membuat Undang-undang yang mengatur tentang perlindungan Hak Masyarakat Adat, mendesak pemerintah untuk segera membentuk Undang-undang tentang Provinsi Kepulauan, mendesak pemerintah untuk segera mencabut undang-undang Badan Hukum Pendidikan, serta mewujudkan pendidikan gratis untuk semua.
Mendesak pemerintah untuk mencabut undang-undang Pornografi, menegakkan supremasi hukum dengan menindak tegas para pelanggar hukum tanpa pandang bulu serta mengajukan peninjauan kembali segala peraturan daerah yang berbasiskan suku dan agama di seluruh Indonesia, menolak stigmatisasi masyarakat separatis terhadap masyarakat lokal khususnya masyarakat Papua, mendesak pemerintah untuk segera membuat infrastruktur yang mendukung kemajuan ekonomi daerah seperti pembangunan jalan lingkar di Kalimantan, menuntut pemerintah untuk menyediakan alat-alat produksi bagi petani dan nelayan dalam rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Melalui Kongres dan Sidang MPA PMKRI menegaskan sikapnya dan tetap berkomitmen untuk terus berjuang bersama elemen masyarakat lainnya demi terwujudnya kedaulatan masyarakat dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, hak asasi manusia dan pelestarian lingkungan hidup guna menuju civil society.
Sumber: http://www.kalimantanreview.com/2010/174/kabarumat2.php
.
2010/01/28
[+/-] |
News kongres 2011 |
Sabtu, 16 Januari 2010 , 07:34:00
Tuan Rumah Kongres
PERHIMPUNAN Mahasiswa Katolik Republik Indonesia St Thomas More Pontianak ditetapkan sebagai tuan rumah kongres nasional pada 2011. Hal ini ditetapkan saat sidang Majelis Permusyawaratan Anggota PMKRI di Bali, Desember 2009. Menurut Ketua Presidium PMKRI St Thomas More Pontianak Hendrikus Adam, sidang MPA di Bali menganalisa dan menyikapi dinamika sosial kemasyarakatan yang mencakup isu-isu strategis lokal, nasional dan global. Pertemuan itu juga diisi dengan seminar yang menghadirkan di antaranya, Arya Bima (Pakar Ilmu Politik)dan Bartolomeus Jematu (Ketua Presidium PP PMKRI St Thomas Aquinas). Dalam sidang itu, juga ditetapkan kota jajakan Singkawang dengan dampingan PMKRI Pontianak, Penetapan kota jajakan PMKRI Melawi menjadi calon cabang PMKRI Melawi dengan dampingan PMKRI Sintang
Penetapan Badan Pemeriksa Keuangan PP PMKRI periode 2009-2011 yang beranggotakan tiga cabang di antaranya PMKRI Sintang, PMKRI Jakarta Utara dan PMKRI Manokwari.Forum sidang MPA menerima LPj PP PMKRI 2006-2008 di bawah kepemimpinan Bartolomeus Jematu. Selanjutnya menetapkan Stefanus Asat Gusma, asal cabang PMKRI Surakarta yang memeroleh 15 suara dan unggul atas rivalnya Gomez pada putaran kedua sebagai Ketua Presidium PP PMKRI St Thomas Aquinas 2009-2011.Terkait dengan isu sosial kemasyarakatan, delegasi PMKRI Pontianak menyampaikan sejumlah persoalan sosial di Kalbar yang kemudian menjadi bagian dari memorandum kemasyarakatan. Berbagai isu yang dimuat dalam memorandum tersebut diantaranya menolak pembentukan Kodam di Kalbar, menolak perluasan perkebunan monokultur di Indonesia, agar pemerintah Indonesia mengakui hak masyarakat adat dan sejumlah rekomendasi lainnya. (mnk)
Sumber: http://www.pontianakpost.com/index.php?mib=berita.detail&id=28389
.
2010/01/15
[+/-] |
Gema Perhimpunan |
Pengajuan Kota Jajakan Singkawang oleh DPC PMKRI Pontianak
Dalam Kegiatan Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) XXV yang diselenggarakan di Denpasar, 17-20 Desember 2009
Pimpinan Sidang MPA XXV dan hadirin yang berbahagia,
Pro Ecclesia et Patria!!!
Religio Omnium Scientarium Anima!!!
Salam solidaritas………………………………………………..!!!
Melalui forum tertinggi Perhimpunan ini, izinkan kami mengusulkan Kota Singkawang menjadi Kota Jajakan dengan dampingan PMKRI Pontianak. Adapun dasar pertimbangan yang bisa kami sampaikan sebagai berikut:
a. Bahwa Kota Singkawang merupakan bagian dari wilayah di Propinsi Kalimantan Barat yang dalam realitas warganya sangat majemuk dengan beragam persoalan sosial-kemasyarakatan yang ada seperti halnya wilayah-wilayah lainnya di Indonesia pada umumnya. Gesekan isu sensitif menyangkut hubungan antar etnis (pembangunan patung naga ditengah jantung Kota Singkawang) yang kemudian seringkali dikaitkan dengan wilayah yang sangat privat terkait hal sakral bagi setiap individu yang menganut keyakinan yang ada di Singkawang khususnya, sadar atau tidak menjadi ancaman bagi eksistensi Negara Kasatuan Republik Indonesia yang masih mengagungkan Pancasila sebagai dasar penghormatan atas kehidupan dalam keberagaman. Kondisi ini menuntut peran dan tanggung jawab keterlibatan kaum “intelektual” muda gereja untuk dapat berkontribusi secara nyata bagi masyarakat setempat melalui aktivitas yang dapat dilakukan sehingga dipandang perlulah untuk mempersiapkan kehadiran kaum muda Kristiani khususnya untuk menghimpun diri dalam sebuah wadah kaderisasi dan perjuangan bersama yang dalam konteks ini adalah mempersiapkan cikal bakal lahirnya PMKRI disana.
b. Bahwa Kota Singkawang sebagai Kota Pariwisata di Kalimantan Barat yang dapat ditempuh selama 3 jam perjalanan sehingga sangat mungkin untuk dijangkau dalam upaya proses pendampingan guna mempersiapkan peningkatan status kejenjang berikutnya.
c. Melihat respon positif dari beberapa mahasiswa yang ada di wilayah Kota Singkawang atas ide yang pernah disampaikan kepada mereka mengenai perlunya menghadirkan wadah perjuangan bersama menjadi modal utama bagi kami untuk mengajukan wilayah ini sebagai Kota Jajakan dalam forum yang terhormat.
d. Bahwa hadirnya sejumlah kampus di Kota Singkawang seperti; Sekolah Tinggi Pastoral IPI Malang Nyarumkop (300 mahasiswa berdasarkan informasi Ketua STP IPI Malang Filial di Nyarumkop), Sekolah Tinggi Ilmu Hukum/STIH, STKIP, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi/STIE dan lembaga pendidikan sejenis menjadi wilayah basis yang potensial bagi pengembangan jumlah kader tempat akan dijajakinya Kota Singkawang kedepan.
e. Adanya respon positif oleh unsur Gereja Katolik di Singkawang (Yulita Noria, SFK Ketua Komisi Kateketik Keuskupan Agung Pontianak) yang juga sekaligus sebagai ketua STP IPI Malang Filial di Nyarumkop. Terkait dengan jumlah daftar nama mahasiswa, dengan kerendahan hati kami mohon maaf bila untuk saat ini kami tidak dapat menyajikan daftar nama yang diminta, namun upaya untuk meminta mengumpukan sejumlah nama sempat dilakukan dengan meminta saudara Efan (Mhs SPT di Nyarumkop).
f. Bila usulan ini diterima forum MPA hari ini, maka dengan sendirinya pekerjaan-pekerjaan teknis yang dianggap perlu dilakukan untuk mempersiapkan segala sesuatu berkenaan dengan persiapan maupun pendampingan lebih lanjut hingga akhirnya menjadi setara dengan cabang-cabang pada umumnya.
Pro Ecclesia Et Patria!!!
Religio Omnium Scientarium Anima!!!
DPC PMKRI Santo Thomas More Pontianak
.
[+/-] |
Kongres Denpasar |
MEMORANDUM KEMASYARAKATAN
SIDANG MPA XXV P M K R I
Memasuki era Globalisasi secara serentak dunia dihadapkan pada sebuah situasi keterbukaan ruang disegala dimensi kehidupan. Ketidakmampuan beberapa negara dalam menghadapi arus global tersebut berdampak sistemik tehadap kondisi negara – negara yang menghuni lapis ke dua dan ketiga. Keterbukaan dan kebebasan akses informasi selalu dijadikan pembenaran dari implementasi arus besar ini tanpa melihat kerapuhan pondasi ekonomi sebuah negara. Tahun ini kita dihadapkan pada sebuah fenomena menarik ekonomi politik yaitu negara sekelas Amerika Serikat pun harus jatuh bangun dalam menghadapi krisis global, padahal hampir semua produk kesepakatan ekonomi internasional, Amerika tidak pernah absent untuk terlibat aktif di dalamnya.
Masuknya sebuah paham ekonomi liberal ke dalam suatu negara tidak bisa menegasikan substansi daripada sebuah negara yaitu pondasi ekonomi dan kondisi masyarakat. Saat ini ruang informasi dunia terbuka dengan sangat lebar, bahkan banyak transaksi ekonomi sudah bisa dilakukan via dunia maya, tapi hal tersebut tidak bisa menjadi ukuran. Kebobrokan system yang ada pada kita sebenarnya soal keadilan dan persamaan hak, karena masih banyak rakyat Indonesia yang belum bisa menikmati pendidikan, rendahnya upah buruh, kekayaan alam yang dieksploitasi, dan privatisasi di bidang kesehatan.
Secara structural semua negara mempunyai pranata yang disebut pemerintah dan lembaga – lembaga negara. Fungsi mereka jelas sebagai pelayan masyarakat dan mengabdi untuk kepntingan rakyat. Negara mempunyai peran penting dalam hal ini sebagai benteng pertama masuknya paham ekonomi liberal yang merugikan rakyat, karena negara mempunyai kekuasaan kedaulatan untuk menerima ataupun menolak berbagai macam tawaran kesepakatan internasional yang merugikan masyarakat. Jika justru yang tejadi malah sebaliknya maka yang harus dibangun adalah pemerintahan yang pro kepada msyarakat bukan pemerintahan yang pro terhadap kaum pemodal.
Era orde baru masih membekas jelas di ingatan kita bagaimana rezim pretorian Soeharto bisa dengan leluasa mempraktekkan korupsi, kolusi dan nepotisme di segala aspek penting kehidupan bernegara. Kesalahan analisa target personal gerakan reformasi 1998 sampai hari ini masih menyisakan pekerjaan rumah yang sangat penting yaitu pembenahan sitem birokrasi dan penegakkan supremasi hukum. Orde baru adalah masa lalu tapi kita perlu waspada terhadap gejala – gejala neo orde baru yang saat ini mulai muncul dipermukaan. Ambil contoh kasus kriminalisasi KPK, Century gate, dan menguatnya borjuasi – borjuasi local menuntut kita untuk cepat begerak turun ke masyarakat memberikan pendidikan politik yang sebenarnya soal persamaan hak dan keadilan social.
Secara teoritik krisis ekonomi selalu akan membawa krisis multidimensi di bidang ekologi, kebudayaan, norma, stabilitas politik dan kemajemukan bangsa. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkonrol selalu menyisakan kerusakan ekosistem yang bedampak pada kondusifitas alam. Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya alamnya, ketidakmampuan kita mengelola sebenarnya lebih pada support nyata pemerintah untuk mengembalikan hasil kekayaan tersebut kepada masyarkat untuk kemakmuran bersama.
Krisis norma juga menjadi perhatian yang sangat serius di berbagai kalangan mengingat sebelum ada negara, bangsa ini sudah mempunyai konsensus kearifan local masing – masing. Menguatnya gerakan – gerakan kedaerahan sebenarnya hanya wujud dari protes ketidakadilan yang mereka alami. Situasi ini jelas akan mengganggu stabilitas politik, karena persoalan disintegrasi bangsa selalu dimulai dari persoalan ketidakpuasan suatu daerah terhadap pemerintah. Bangsa Indonesia terlahir dengan situasi yang majemuk, bermacam – macam suku bangsa, etnis, agama, bahasa harusnya dipahami sebagai suatu bentuk kekayaan bangsa. Melemahnya kesepakatan atau aturan bersama yang dibangun dimasyarakat akibat merasa di zolimi membuat batas – batas kebaikan dan keburukan yang selama ini terbangun menjadi bias. Orang bisa seenaknya mengatasnamakan golongan atau kelompok melakukan tindakan – tindak yang merugikan kelompok lain seperti sweeping, perusakan tempat ibadah, pendudukkan lahan dan lain – lain.
Memperhatikan berbagai persoalan dan kondisi bangsa sampai dengan saat ini, maka PMKRI mendesak pemerintah agar :
1. Menolak dan menghentikan segala bentuk eksploitasi SDA yang memiliki akibat pengrusakan dan penghancuran ekosistem
2. Mendesak Pemerintah untuk meninjau kembai perjanjian dengan perusahaan pertambangan asing dan local yang secara kasat mata telah merusak ekosistem dan merugikan rakyat.
3. Menuntut untuk di tuntaskannya proses hukum kasus Bail Out Century sampai selesai.
4. Mendesak pemerintah untuk memmercepat upaya perundingan RI, Australia, dan Timor Leste dalam kasus perbatasan dengan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
5. Mendesak untuk dihapuskannya lembaga teritorial militer guna mendorong civil society sehingga berdaulat penuh terhadap hak-hak sipil.
6. Menuntut pemerintah untuk membuat Undang – undang yang mengatur tentang perlindungan Hak Masyarakat Adat.
7. Mendesak pemerintah untuk segera membentuk Undang – undang tentang Provinsi Kepulauan
8. Mendesak pemerintah untuk segera mencabut Undang – undang Badan Hukum Pendidikan, serta mewujudkan pendidikan gratis untuk semua.
9. Mendesak pemerintah untuk mencabut Undang – undang Pornografi
10. Menegakkan supremasi hukum dengan menindak tegas para pelanggar hukum tanpa pandang bulu.
11. Meninjau kembali segala peraturan daerah yang berbasiskan SARA di seluruh Indonesia
12. Menolak stigmatisasi masyarakat separatis terhadap masyarakat local khusunya masyarakat Papua.
13. Mendesak pemerintah untuk segera membuat infrastruktur yang mendukung kemajuan ekonomi daerah seperti pembangunan jalan lingkar di Kalimantan.
14. Menuntut pemerintah untuk menyediakan alat – alat produksi bagi petani dan nelayan dalam rangka meningkatkan araf hidup dan kesejahteraan masyarakat
Oleh karena itu, PMKRI tetap berkomitmen untuk terus berjuang bersama elemen masyarakat lainnya demi terwujudnya kedaulatan masyarakat dalam bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, hak asasi manusia dan pelestarian lingkungan hidup untuk menuju civil society.
.