PMKRI Kunjungi Posko Solidaritas Pewarta Indonesia
Tolak Kodam, Desak Hormati Kebebasan Pers
By. Hendrikus Adam
Bertempat di Posko Solidaritas Pewarta Indonesia (SPI) Kalimantan Barat Jalan Suprapto kompleks Yayasan Pemadam Kebakaran Panca Bakti, Aktifis Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Santo Thomas More melakukan kunjungan silaturahmi kepada para Jurnalis. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai media untuk membangun silaturahmi kepada para pegiat media yang tergabung dalam Solidaritas Pewarta Indonesia yang ada di Kota Pontianak. Disamping itu, kunjungan tujuh orang aktivis PMKRI Pontianak tersebut juga sekaligus melakukan konferensi pers guna menyampaikan hasil forum Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) terkait dengan sejumlah poin isu sosial yang dirangkum dalam dokumen memorandum kemasyarakatan.
Aceng Mukaram, juru Bicara SPI menyatakan apresiasi dan menyambut baik kehadiran sejumlah aktivis PMKRI yang mengenakan atribut organisasi baret merah-bol kuning di kepala. Hal tersebut menurut kontributor Kantor Berita 68 H ini sebagai momentum baik untuk membangun tali sitalurahmi antar PMKRI dengan kalangan jurnalis. Aceng juga berbagi kisah mengenai mengenai suka dan duka sebagai seorang jurnalis. “Suka dan dukanya menjadi jurnalis tetap ada, namun yah sukurnya hingga saat ini kita bisa eksis,” jelasnya.
Dalam penjelasannya, Aceng Mukaram selanjutnya pula menceritakan latar belakang lahirnya Solidaritas Pewarta Indonesia sebagai sebuah forum komunikasi bagi para pewarta. Dikisahkan Aceng, hadirnya SPI berlatar dari aksi kekerasan yang selama ini terjadi dan dialami oleh para kuli tinta di Bumi Khatulistiwa khususnya. Pada hal menurut Aceng, dalam menjalankan tugasnya para Jurnalis dilindungi Undang-undang dan ada Kode Etiknya.
Sampaikan Memorandum Kemasyarakatan; Menolak Kodam, Minta Hargai kebebasan Pers
Bukan hanya bersilaturahmi, melalui pertemuan tersebut para aktifis PMKRI Pontianak juga menyampaikan 9 poin seruan yang merupakan mandat sidang Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pontianak yang diselenggarakan tanggal 19-21 Februari 2010 lalu. Melalui forum tertinggi di organisasi PMKRI Pontianak, disamping merumuskan dan mengkaji hal terkait internal organisasi juga menganalisa kondisi ekstenal organisasi yang terkait dengan dinamika kemasyarakatan di Kalimantan Barat khususnya.
Hasil lain dari kegiatan ini terpilihnya Lidya Natalia Sartono sebagai Mandataris RUAC/Formatur Tunggal/Ketua Presidium PMKRI Pontianak Santo Thomas More periode 2010-2011, menggantikan Hendrikus Adam Ketua PMKRI Pontianak sebelumnya. Disamping itu sidang RUAC saat itu juga menetapkan personil Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terdiri dari Margareta Cony sebagai ketua, Herkulanus hendro sebagai Sekretaris dan Yogi Alexander sebagai anggota.
Dalam silaturahmi yang dilakukan, para aktifis PMKRI Pontianak yang di terima Aceng Mukaram (kontributor Radio KB 68 H) selaku juru bicara SPI bersama beberapa rekan, menyampaikan 9 poin seruan diantaranya; 1) Mendesak Pemerintah agar menghentikan perluasan areal untuk perkebunan Sawit dan memaksimalkan pengelolaan kebun yang telah ada serta menyelesaikan konflik yang dialami masyarakat, 2) Stop pelanggaran HAM dan Hormati Kekebasan Pers, 3) Hentikan pertambangan (liar) dan aktivitas perusakan lingkungan, 4) Mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan pembangunan kawasan perbatasan (khususnya di Kal- Bar karena merupakan wajah terdepan Indonesia), 5) Agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan Agenda Transmigrasi di Kal-Bar dan maksimalkan potensi lokal dalam pengelolaan sumber daya alam serta sumber lainnya, 6) Agar pemerintah memperhatikan usaha kecil dan menengah yang ada di Kal-Bar, 7) Tindak tegas pelaku kejahatan perdagangan manusia dan anak (trafficking), 8) Mendesak pemerintah untuk segera mencabut Undang–undang Badan Hukum Pendidikan, serta mewujudkan pendidikan gratis untuk semua dan 9) Menolak pembangunan Kodam di Kalimantan Barat (Meminta Pemerintah mengkaji ulang pembangunan Kodam).
Menurut Lidya Natalia, Ketua terpilih PMKRI Pontianak bahwa selama ini kebijakan pemerintah terkait dengan peningkatan kesejahteraan eoknomi, sosial, budaya dan keamanan masih remang dan seringkali tidak sejalan dengan apa yang diharapkan. Seruan dalam memorandum diharapkan Lidya dapat menjadi perhatian pemerintah karena hal tersebut sangat terkait dengan persoalan penting masyarakat yang harus mendapat perhatian.
Dalam kaitannya dengan penolakan Kodam, Lidya mengakui peran penjagaan terhadap kondisi keutuhan NKRI tidak sepenuhnya ada pada aparat keamanan. Namun juga melibatkan warga masyarakat seluruhnya. Apalagi dengan kondisi Kalimantan Barat yang hingga saat memang kondusif. “Yang pastinya dana untuk membangun Kodam itu jauh lebih besar, kenapa dana itu tidak di alihkan untuk kesejahteraan rakyat. Tidak ada jaminan penambahan jumlah personil dengan kondisi keamanan, terlebih penerimaan anggota militer selama ini selalu mendatangkan putra/putri di luar Kalimantan. Pemberdayaan untuk putra – putri daerah masih minim sekali,” jelas Lidya.
Aspek sumber daya alam turut menjadi perhatian seperti tergambar dalam memorandum kemasyarakatan PMKRI Pontianak. “Pemerintah sekarang harus menghentikan perluasan areal lahan untuk perkebunan sawit dan memaksimalkan pengelolaan kebun yang telah ada. Agar hutan lebat yang masih tersisa akan berdiri kokoh, indah dan subur. Konflik yang masih membuat masyarakat merasa tertindas sebaiknya di usut dengan tuntas, itulah ketidakamanan masyarakat sekarang yang perlu diperjuangkan,” jelasnya.
Hormati Kebebasan Pers
Sebagaimana seruan memorandum kemasyarakatan yang telah disampaikan, PMKRI Pontianak melalui forum RUAC juga menyerukan untuk menghormati kekebasan Pers. “PMKRI Cab. Pontianak berharap kepada seluruh pihak lapisan masyarakat dan pemerintah tanpa terkecuali untuk memberikan ruang kebebasan bagi insane Pers untuk menjalankan tugasnya, karena tanpa mereka dunia akan ‘mati’ dan kehidupan akan jalan sendiri – sendiri. Mereka juga di lindungi UU serta memiliki kode etik,” jelas Lidya Mahasiswi STKIP ini.
Atas insiden pada Jumat (12/3) sore, konflik yang berujung perusakan dan pembakaran terhadap pengrusakan terhadap bangunan kampus dan pembakaran terhadap sekretariat; Sema, Bengkel Seni Fisipol dan Gerakan Mahasiswa Panerinta Alam (GEMPA) yang merupakan salah satu unit bangunan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura. PMKRI Pontianak dalam hal ini sangat menyayangkan hal tersebut terjadi. “Kejadian kekerasan oleh beberapa mahasiswa terhadap teman-teman wartawan seperti yang baru terjadi menimpa saudara Faisal (kontributor Metro TV) dan Arif (dari Harian Metro Pontianak), memang tindakan yang benar-benar mencoreng nama baik kaum intelektual penerus bangsa. Jadi apa yang di peroleh selama kuliah kalau begitu, sebaiknya bila ada persoalan baiknya diselesaikan secara baik-baik, jangan sampai teman-teman media yang malah jadi sasarannya,” jelasnya.
Dari insiden tersebut, bukan setidaknya ada tiga hal yang penting menjadi catatan kritis bersama sebagai akibat yakni; 1) Dunia Pendidikan (Untan khususnya) ternodai, 2) Citra Mahasiswa sebagai kaum “intelektual” dan terpelajar dicoreng, serta 3) Terjadinya kekerasan dan intimidasi terhadap Jurnalis.
Seminar Penyelamatan Pulau Kalimantan
Kepengurusan PMKRI Pontianak yang baru terpilih rencananya akan di lantik langsung oleh Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI pada tanggal 17 April 2010 yang akan menggunakan tempat di Rektorat Universitas Tanjungpura Lantai III. Menurut Lidya Natalia Sartono, kegiatan ini akan rencananya akan diisi dengan seminar regional bertajuk; “Revitalitas Peran Kaum Muda dalam Upaya Penyelamatan Pulau Kalimantan dari Ancaman Kerusakan Ekologi”.
Di katakan Lidya, kegiatan ini akan menghadirkan sejumlah narasumber seperti Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, Gubernur Kalbar, Gubernur Kalteng, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Direktur Institut Dayakologi, dan dirinya selaku Ketua PMKRI Pontianak terpilih. Kegiatan pelantikan dan seminar juga sebagai moment bagi PMKRI Pontianak untuk melakukan konsolidasi bersama perwakilan delegasi PMKRI se-Kalimantan yang akan turut hadir. Adapun pembahasan internal dari konsolidasi PMKRI di Pontianak tersebut akan membahas mengenai Persiapan Kongres Nasional dan Majelis Permusyawaratan Anggota (MPA) pada tahun 2011 dimana PMKRI Pontianak sebagai Tuan Rumah penyelenggaraan acara ini. Lebih khusus dalam ajang pelantikan tersebut, juga akan diagendakan pembahasan mengenai Komisaris daerah PMKRI di Kalimantan Barat.
.
2010/03/18
[+/-] |
Berita Perhimpunan |
2010/03/12
[+/-] |
Seruan Thomas More |
Selamat atas terpilihnya Lidya Natalia Sartono sebagai Ketua PMKRI Pontianak yang baru.
Memorandum Kemasyarakatan
PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA (PMKRI)
SANTO THOMAS MORE CABANG PONTIANAK
Perkembangan IPTEK yang mengglobal tidak biasa dihindari dalam kehidupan dengan sejumlah konsekuensi logisnya sebagai dampak yang kemudian membawa persoalan dimasyarakat. Kompleksnya persoalan terkait perkembangan IPTEK perlu mendapat perhatian bersama segenap komponen bangsa. Demikian halnya dengan kondisi tersebut, peran penting pengambil kebijakan (Pemerintah) diharapkan dapat melakukan langkah-langkah proteksi maupun perlindungan secara komperhensif terkait dengan berbagai ekses destruktif dari sebuah dampak produk global terhadap kondisi masyarakat. Hadirnya pemerintah sebagai “pelayan” yang mestinya sungguh berjuang untuk kepentingan masyarakat. Namun faktanya, kesenjangan antara teori dan praktek seringkali tidak berkesinambungan adalah persoalan serius yang mestinya mendapat perhatian.
Keterbukaan dan kebebasan akses informasi selalu dijadikan pembenaran dari implementasi arus besar ini tanpa melihat kerapuhan pondasi ekonomi sebuah negara. Namun menghadapi kondisi pada saat ini tidak mudah kita elakan melalui perdagangan bebas misalnya, menuntut sikap kritis berbagai elemen bangsa. Dalam kaca mata teoritis, krisis ekonomi selalu akan membawa krisis multidimensi di bidang ekologi, kebudayaan, norma, stabilitas politik dan kemajemukan bangsa.
Eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkonrol selalu menyisakan kerusakan ekosistem yang bedampak pada ketidakseimbangan alam. Sebuah kondisi memilukan manakala sebuah negeri ini kaya SDA, namun tetap saja miskin. Ketidakmampuan mengelola sebenarnya lebih pada support nyata dari upaya yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mengembalikan hasil kekayaan tersebut kepada masyarkat untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Bukan kemakmuran hanya untuk segelintir orang saja! Pengembangan usaha perkebunan monokultur skala besar secara massif tanpa memperhatikan keberadaan Hutan-Tanah-Air yang merupakan sumber hidup dan kehidupan masyarakat lokal telah melahirkan konseskuensi logis. Konflik, intimidasi dan perampasan tanah serta hilangnya “apotik dan supermarket” masyarakat lokal karena digarap melalui pembukaan Hutan-Tanah-Air skala besar adalah bentuk tindakan yang telah berhasil melukai hati maupun perasaan rakyat kecil.
Krisis norma juga menjadi perhatian yang sangat serius. Padahal sebelumnya, masyarakat lokal telah mempunyai konsensus kearifan lokalnya masing-masing. Menguatnya gerakan-gerakan kedaerahan sebagai wujud dari protes ketidakadilan yang mereka alami, hendaknya tidak menceraiberaikan makna dari semangat kebersamaan dan persatuan didalam keberagaman dalam bingkai NKRI. Semangat perlawanan rakyat melalui gerakannya hendaknya tidak berujung pada sebuah kondisi disintegrasi bangsa.
Melemahnya mentalitas melalui kesepakatan atau pelaksanaan nilai-nilai moral membuat batas-batas kebaikan dan keburukan yang selama ini terbangun menjadi bias. Oknum tertentu bisa semau mereka mengatasnamakan golongan atau kelompok tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan yang merugikan kelompok lain, dan bahkan bisa mengancam integrasi bangsa.
Hal lain yang mewarnai dinamika masyarakat Kalbar khususnya dan Indonesia umumnya adalah fenomena perdagangan perempuan dan anak (trafficking), potensi pelanggaran HAM sebagai akibat dari kebijakan pembangunan dan tindakan aparat dalam berbagai kondisi yang cenderung represif serta kekebasan insan pers yang “dikungkung” oleh sikap repressif oknum tertentu.
Berbagai dinamika yang terjadi kiranya dapat disikapi secara arif dan bijaksana oleh setiap anak negeri ini. Semangat persatuan dan kebersamaan dalam realitas keberagaman harus menjadi panglima di republik. Kebersamaan atas keberagaman mutlak, dan ketidak adilan harus ditegakkan!
Dengan beberapa catatan diatas, melalui forum Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia St. Thomas More Cabang Pontianak, sebagai bagian integral negeri ini menyerukan :
1. Mendesak Pemerintah agar menghentikan perluasan areal untuk perkebunan Sawit dan memaksimalkan pengelolaan kebun yang telah ada serta menyelesaikan konflik yang dialami masyarakat.
2. Stop pelanggaran HAM dan Hormati Kekebasan Pers
3. Hentikan pertambangan (liar) dan aktivitas perusakan lingkungan.
4. Mendesak pemerintah untuk mengoptimalkan pembangunan kawasan perbatasan (khususnya di Kal- Bar karena merupakan wajah terdepan Indonesia).
5. Agar pemerintah mengkaji ulang kebijakan Agenda Transmigrasi di Kal-Bar dan maksimalkan potensi lokal dalam pengelolaan sumber daya alam serta sumber lainnya.
6. Agar pemerintah memperhatikan usaha kecil dan menengah yang ada di Kal-Bar.
7. Tindak tegas pelaku kejahatan perdagangan manusia dan anak (trafficking).
8. Mendesak pemerintah untuk segera mencabut Undang–undang Badan Hukum Pendidikan, serta mewujudkan pendidikan gratis untuk semua.
9. Menolak pembangunan KODAM di Kalimantan Barat (Meminta Pemerintah mengkaji ulang pembangunan Kodam).
Demikian memorandum kemasyarakatan ini kami sampaikan sebagai respon atas berbagai fenomena sosial kemasyarakatan.
Pontianak, 21 Februari 2010
Pro Ecclesia Et Patria
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
Santo Thomas More Pontianak
Catatan:
Draf Memorandum Kemasyarakatan ini dirumuskan bersama dalam acara forum resmi Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pontianak, sebagai sebuah forum strategis dalam mengkaji dan merumuskan berbagai langkah maupun kebijakan internal organisasi, serta sebagai ruang untuk mengkaji dan mengkritisi kondisi sosial kemasyarakatan secara eksternal. Sidang Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) juga menghasilkan terpilihnya Mandataris RUAC/Formatur Tunggal/Ketua Presidium PMKRI Pontianak yang baru (Terpilihnya Lidya Natalia Sartono (085245113968) sebagai Ketua Presidium baru menggantikan Hendrikus Adam, Ketua PMKRI Pontianak sebelumnya ).
.