2010/10/16

Masih berniat hancurkan hutan?

By. Lidya NS*

Apa yang menjadi judul dari naskah ini merupakan cerminan dari sebuah kegelisahan penulis atas gambaran kondisi sumber daya alam (hutan) yang kian merana, perlahan hilang dan terkuras karena ulah manusia yang cenderung eksploitatif. Praktek seperti ini misalnya terlihat dengan maraknya upaya perambahan hutan baik melalui aktifitas illegal logging maupun melalui praktek ”leggal logging” yang hadir melalui kebijakan investasi pembukaan kawasan hutan untuk berbegai kepentingan yang mengejar keuntungan bisnis semata seperti halnya untuk pembukaan perkebunan skala besar.

Akibat yang terjadi kemudian dimana kondisi bumi kian ”keropos” dan perubahan cuaca yang semakin tak menentu akhir-akhir ini. Kondisi dilematis ini begitu terasa dan kentara dengan situasi yang kasat mata bila dilihat sendiri disaat suatu kawasan yang dulunya berdiri tegakan pohon yang rimbun berubah menjadi kawasan yang berbeda dari sebelumnya megalami degradasi dan bahkan terjadi deforestasi. Kondisi ini juga kemudian memberi dampak pada keberadaan makhluk hidup penghuni planet bumi yang berharap adanya kontribusi hutan yang lestari terhadap kehidupan.

Bila dimasa silam perubahan situasi berkenaan dengan cuaca dan iklim yang terjadi masih bisa diprediksi dan diketahui melalui tanda-tanda alam maupun melalui kalender yang berlangsung seperti biasa dalam setiap tahunnya, maka kondisi saat ini tidak lagi demikian. Hal ini telah menjadi fenomena global yang pada akhirnya tidak gampang diprediksi. Bila diminta memilih dengan menjalani kondisi dimasa sekarang mengingatkan kita pada situasi masa silam. Akan banyak diantara kita yang berharap “aku ingin kondisi seperti dulu lagi” atau mencari suasana yang indah , sejuk dan aman serta damai. Situasi dimana kehidupan masyarakat begitu dekat dengan alam menjadi impian. Kesadaran masyarakat terhadap kehidupan alam yang masih sangat ”original” saat itu berimbas pada menguatnya budaya dan adat istiadat di masyarakat.

Berbalik dengan kondisi lingkungan sekarang, dampak dari perubahan kondisi alam bisa dirasakan langsung. Perubahan cuaca seperti curah hujan tidak menentu, kadang terasa panas dan seketika gampang berubah mendung. Gejala ini tidak sampai disitu. Bencana alam akhir-akhir ini terjadi dimana-mana. Bencana longsor, banjir besar, tercemarnya sungai dan sejumlah fenomena lainnya adalah sebuah realita bahwa alam kita mengalami persoalan. Semakin jelas bumi tidak lagi ”bersahabat” dengan makhluk hidup yang bermukim di dalamnya. Fakta lainnya juga kemudian berimbas pada segala aspek kehidupan yang memberi peluang lahirnya multi krisis bagi warga bila tidak segera diantisipasi secara dini karena kita telah menyaksikan bagaimana akhirnya petani bisa mengalami gagal panen, para nelayan tak memperoleh hasil tangkapan seperti biasa lagi, arus ekonomi lumpuh karena banjir dan bencana lainnya.

Era modernisasi yang berlangsung cepat seringkali membuat kita terlena, sementara perkembangan ilmu pengetahuan yang seharusnya mempermudah kita untuk dapat menemukan solusi menghadapi berbagai kemungkinan persoalan serigkali justeru disalahgunakan untuk kepentingan yang kurang produktif. Orientasi kebutuhan ekonomi seringkali membuat kita lupa untuk menggunakan akal sehat dan pengetahuan yang dimiliki secara lebih baik untuk kemaslahatan bersama. Apa yang sedang terjadi membuat kita harusnya tidak bisa tutup mata.

Berbagai slogan-slogan dalam sejumlah aksi seringkali didengungkan untuk mengingatkan kita agar peduli serta peka terhadap kondisi lingkungan yang lestari; ”Mari menjaga lingkungan bersih dan aman, selamatkan hutan dari eksploitasi hutan skala besar, gunakan kekayaan alam sebaik-baiknya, mari hentikan pamanasan global dan lain-lain”. Menguatnya harapan agar semua pihak peduli lingkungannya menjadi suatu yang wajar disaat kondisi bumi yang kita tinggali saat ini mulai rusak yang ditandai dengan gejala mulai hancurnya sumber daya hutan dengan fenomena alam yang cenderung ekstrim kini.

Keindahan alam, sungai yang jernih dengan berbatuan, ikan sungai sumber lauk yang lezat, binatang darat yang jinak, lucu, buas dan nakal, serta burung-burung yang selalu berkicau indah, juga sayuran alami dari hasil pertanian di dalam hutan dan kondisi rawa yang menyimpan keistimewaannya tersendiri. Kesemuanya merupakan gambaran dari betapa indahnya alam ciptaan-Nya. Namun demikian, akankah menjadi kenangan yang terindah dan tak akan pernah lagi disaksikan generasi mendatang untuk selamanya?

Begitu tega dan serakahnya para pendahulu kami! Kakek-Nenek kami! Kalimat ini yang mungkin akan ”dinyanyikan” oleh generasi mendatang sebagai bentuk ”protes” atas nasib yang kemudian mereka alami dengan kondisi hutan-tanah-air yang tidak seoriginal aslinya lagi karena dibabat. Karenanya, produk kebijakan pembangunan atas kesejahteraan harusnya benar-benar menyentuh aspek kepentingan bersama yang tidak semata pada prioritas kebutuhan ekonomi semata. Aspek persoalan terkait dengan lingkungan lestari, sosial dan budaya mesti mendapat tempat. Akses dan kontrol rakyat atas lingkungannya harus terus didorong dan ciptakan. Kebijakan yang cenderung ”mengebiri” dan mengabaikan hak-hak rakyat atas lingkungannya harus dihapuskan. Kita tentu tidak ingin lagi terjadi konflik karena pengelolaan sumber daya alam yang buruk. Kita tentu tidak ingin lagi bencana melanda negeri ini terus menerus. Kita tentu tidak ingin lagi ada pembatasan akses warga atas potensi alamnya. Kita juga tentu tidak ingin kaum perempuan kian mengalami persoalan karena pengurasan SDA yang terus menerus tanpa kendali. Kriminalisasi yang berujung pada kurungan penjara yang dialami masyarakat (adat) atas keinginan untuk terjaganya hutan-tanah-air dan pelanggaran HAM warga di negeri ini jangan lagi terjadi!
Pada akhirnya, kebijakan pemerintah yang pro rakyat dan pro terhadap keberlanjutan ekologi menjadi harapan, menjadi penantian bersama yang terus akan digelorakan.

Pemerintah yang memiliki komitmen perjuangan bersama rakyat sudah saatnya tidak ”menghamba” dan tidak tunduk pada pemodal. Komitmen penyelamatan bumi dan untuk masa depan bumi membutuhkan keterlibatan seluruh warga penghuni bumi. Kebijakan pembukaan kawasan skala besar melalui pembukaan lahan bagi perkebunan dan eksploitasi yang membutuhkan hutan rimba dan kemudian cenderung merusak hendakanya tidak dipaksakan dan tidak diteruskan lagi. Bila masih ada niat baik untuk mewariskan bumi yang indah bagi generasi mendatang, maka tentu kebijakan yang eksploitatif dan bombastis terhadap sumber daya alam tidak perlu dipaksakan. Dan atau masih adakah niat untuk terus menghancurkan hutan sehingga generasi mendatang tidak lagi sempat menikmatinya ?
.

(Penulis, Ketua PMKRI Santo Thomas More Pontianak periode 2010-2011)

0 Comments: