2011/06/09

7 (Tujuh) CITA-CITA PERUBAHAN INDONESIA


1. Indonesia merdeka dari penjajahan gaya baru demi mewujudkan kedaulatan dan kemandirian bangsa
Indonesia memang sudah merdeka secara konstitusional sejak 1945, akan tetapi secara substansial sesungguhnya Indonesia belum merdeka. Penjahan gaya (neokolonialisme) baru kembali bercokol mewujud dalam bentuk penjajahan ekonomi yang dilakukan oleh negara-negara kaya. Penguasaan sektor-sekotor ekonomi penting oleh perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs) adalah bukti kuat betapa saat ini bangsa ini masih belum memiliki kedaulatan apalagi kemandirian.
Penguasaan asing tersebut tentunya tidak datang begitu saja, mereka datang ditopang oleh pemerintahannya sendiri dan juga oleh sistem pemerintahan Indonesia sendiri. Pemerintah Indonesia saat ini sudah tidak lagi mengabdi kepada kepentingan rakyatnya sendiri melainkan kepada kepentingan asing yang memiki lebih banyak modal finansial. Alih-alih menjadi pelayan bangsa, mereka justru menjadi perpanjangan tangan pemilik modal asing untuk melakukan eksplotasi dan bahkan opresi terhadap rakyatnya sendiri.
Kebijakan-kebijakan yang diciptakan oleh pemerintah Indonesia adalah kebijakan-kebijakan yang dilandaskan pada semangat untuk mencari solusi atas persoalan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia, melainkan atas pesanan dari para pemilik modal luar negeri. Melalui agen-agennya yang saat ini bertebaran di negeri ini, mereka memesan sejumlah kebijakan-kebijakan baru yang dibuat dengan tujuan utama: memuluskan jalan mereka menekspolitasi sumbar daya alam di bumi nusantara. Sebagaimana pernah diungkapkan oleh Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD), Kiki Syahnakri, berdasarkan kajian BIN tahun 2006 sudah terdapat 72 perundang-undangan baru yang merupakan pesanan asing yang tentunya punya potensi melilit negeri ini dalam kelindan penguasaan yang tidak berkesudahan.
Fenomena di atas tentunya harus segera disudahi. Bangsa Indonesia bersama seluruh rakyatnya harus sadar dan bangkit bersama untuk menghalau gerak langkah penjajahan gaya baru ini. Mereka bekerja sama secara sistematis menggunakan kekuatan modal besar dan lobi politik yang kuat untuk mengeksploitasi negeri ini. Lebih lanjut, mereka juga dibantu oleh para hambanya di dalam negeri yang saat ini duduk dalam posisi-posisi strategis dalam politik maupun birokrasi.
Oleh karena itu, tak ada kata lain bagi bangsa Indonesia selain bersama-sama menggugah kesadaran dan melakukan perlawanan. Jika kita menginginkan suatu kedaulatan penuh dan bangsa yang mandiri secara utuh, maka seluruh elemen bangsa harus bersatu melawan penjajahan gaya baru tersebut.
2. Supremasi hukum tanpa diskriminasi
Perdebatan yang selama ini terjadi adalah: apakah politik sebagai panglima, ataukah hukum sebagai panglima? Jawabannya adalah sudah jelas, hukum seharus nya menjadi panglima dalam pengelolaan bangsa menuju Indonesia yang maju dan bermartabat. Permainan-permainan hukum yang dilakukan oleh para politisi sungguuh memuakkan dan menjadikan rakyat bangsa Indonesia merasa tidak punya masa depan terhadap kelangsungan bangsanya. Setiap hari rakyat dipertontonkan oleh pertunjukan akrobatik para politis yang mempermainkan dan bahkan memperjualbelikan hukum. Ujung-ujungnya, mereka yang tak tersentuh hukum melenggang meraih kekuasaan-kekuasaan baru, sementara mereka-mereka yang lemah harus menjadi tumbal bagi keserakahan dan kebiadaban mental mereka.
Hukum musti menjadi panglima, hukum harus ditegakkan, tanpa pandang bulu! Dan jalan pertama yang harus ditempuh untuk mewujudkan supremasi hukum adalah dengan melakukan reformasi secara total terhadap lembaga-lembaga penegak hukum terutama Kepolisian, Kejaksaan, dan Lembaga Peradilan. Ketiga lembaga tersebutlah biang dari carut-marutnya proses penegakkan hukum di Indonesia.
Ditambah pembentukan Satgas Pemberantasan Korupsi oleh presiden ternyata Ketiga lembaga tersebut saat ini diisi oleh mafia-mafia hukum yang bekerja secara seistematis mempermainkan hukum di Indonesia ternyata tidak memberikan dampak siginifikan terhadap penegakkan hukum di Indonesia. Dibentuknya lembaga tersebut tak lain adalah hanya demi pencitraan oleh presiden untuk menutupi dirinya yang sarat dan dikelilingi oleh korupsi.
Reformasi lembaga Kepolisian, Kejaksaan, dan Lembaga Peradilan, serta bubarkan Satgas Pemberantasan Korupsi adalah pintu masuk bagi supremasi hukum di Indonesia. Hukum harus menjadi supremasi dan hukum harus ditegakkan terhadap siapa saja tanpa memandang jabatan, sosial status sosial, dan kekerabatan.
3. Tangkap, Adili, dan Sita kekayaan para perampok uang rakyat dimulai dari ISTANA
Perampokan uang rakyat yang semakin marak tidak diimbangi oleh penegakan hukum yang tegas terhadap pelakuknya. Hal ini karena pemerintah sendiri tidak berani tegas dalam menghukum para perampok yang menggurita di tubuh mereka sendiri dalam bentuk kasus-kasus kurupsi yang sebenarnya hanya sebagian kecil saja yang terungkap. Dalam hati setiap rakyat Indonesia, sesungguhnya mereka meyakini bahwa di balik apa yang terungkap di media selama ini, korupsi yang sesungguhnya jauh lebih besar.
Persoalan korupsi di Indonesia menjadi semakin serius karena tidak adanya political will dari pemerintah untuk melakukan pemberantasan. Power yang dimiliki oleh pemerintah tidak digunakan untuk melakukan proses penegakkan hukum. Akibatnya penyelesaian kasus-kasus korupsi, baik yang kecil maupun yang besar, dibiarkan dalam keadaan mengambang.
Pemerintah bahkan tidak punya peta jalan yang jelas untuk pemberantasan korupsi tersebut. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus-kasus korupsi yang tidak terselesaikan dan jikapun ada beberapa yang terseesaikan, kesannya masih tebang pilih. Kondisi ini akhirnya menjadi peluang bagi terbentuknya arena politik baru di lading korupsi ini. Terjadi politicking oleh berbaagai kepentingan yang terkait dengan kasus-kasus korupsi. Terungkapnya beberapa kasus korupsi justru menjadi alat bargaining antar berbagai kepentingan politik yang ada untuk meraih keuntungan lebih besar atau bahkan melakukan bargaining kekuasaan. Terjadi saling kunci dan saling ikat satu sama lain oleh para politisi atas suatu kasus hukum, sebagaimana saat ini terjadi pada kasus Century, Susno, dan Gayus.
Solusinya tidak cukup hanya dengan penegakan hukum, namun harus ada kehendak politik (political will) dari pemerintah. Presiden harus berani tegas terhadap lembaga-lembaga yang langsung di bawahnya. Presiden harus berani mengambil sikap, tangkap, Adili, dan sita perampok uang rakyat. Presiden harus berani memulainya dari lingkungannya sendiri, dari istana; bahkan jika presiden sendiri atau keluarganya tersangkut dalam beberapa kasus tersebut, ia harus berani untuk secara gentle mengakuinya dan meminta maaf kepada rakyat.
4. Persatuan Indonesia yang berlandaskan keadilan sosial dan semangat kebhinekaan
Persatuan adalah sesuatu yang mutlak dalam sebuah pencapaian kejayaan bangsa. Jika dulu pada masa kolonialisme bangsa Indonesia bersatu untuk membebaskan diri dari penjajahan Belanda, maka dalam konteks sekarang Indonesia harus bersatu untuk mewujudkan keadilan bersama. Sebab keadilan adalah tujuan dari adanya persatuan. Keadilan adalah suatu kondisi yang diinginkan oleh terwujudnya persatuan banga Indonesia. Buat apa ada persatuan jika hanya menjadi alat ekspolitasi oleh satu kelompok terhjadap kelompok yang lain.
Namun demikian, persatuan juga harus merupakan suatu mekanisme yang diciptakan bersama oleh kemajemukan yang menyusun bangsa Indonesia. Kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku dan bangsa menjadikan persatuan kita harus dilandakan pada semangat kebhinnekaan tersebut. Saat ini terdapat lebih dari 1072 suku bangsa di Indonesia yang keberadaan mereka harus tetap dihargai dan dijunjung tinggi.
5. Indonesia bebas dari kemiskinan melalui pendidikan gratis, reformasi agrarian dan industrialiasasi yang kuat dan mandiri
Problem kemiskinan sekarang adalah tidak berkembangnya sektor riil yang menjadi tumpuan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia. Kebijakan pemerintah yang neoliberalis cenderung memberikan perhatian pada sektor-sektor moneter menjadikan pertumbuhan ekonomi kita yang selalu dibangga-banggakan itu hanya menjadi ilusi. Ilusi bagi diri pemerintah untuk meyakinkan bahwa dirinya sudah berbuat sesuatu, juga ilusi bagi para investor agar mereka tertarik untuk menanamkan modalnya ke dalam negeri.
Di lain pihak, bombardir barang-barang dari luar negeri, bahkan sampai pada barang-barang yang sebenarnya menjadi komoditas industri rakyat, mematikan industi dalam negeri. Akibatnya pengangguran terjadi di mana-mana, rakyat tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak; dan jikapun mereka bekerja, merek bekerja pada perusahaan-perusahaan asing. Mereka hanya digaji berdasarkan standar minimal tanpa ada peluang untuk menikmati profit sharing dari perusahaan tersbut. Kenapa? Karena perusahaan tempat mereka bekerja milik orang asing.
Demikian juga dalam bidan pertanian, pertanian masih dipandang sebagai sektor yang tidak strategis sehingga tidak pernah mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. Apa gunanya presiden kita menyandang geklar doktor di bidang pertanian dari kampus pertanian paling terkemuka Indonesia (IPB) jika ia sendiri tidak bisa memberikan perhatian secara khusus pada bidang ini? Para petani kita dibiarkan hidup dalam sistem pertanian subsisten dan lama kelamaan mereka dilindas oleh masuknya industrialiasi baru yang tidak berbasis pada pertanian. Akibatnya para petani terjerembab dalam kelindan kemiskinan akut yang tak pernah ada ajalan keluarnya. Anak-anak mereka pun tidak punya kesempatan untuk meraih pendidikan yang lebih baik. Padahal pendidikan adalah sesuatu yang vital dalam mobilisasi sosial.
Dalam bidang pendidikan, bagaimana manusia Indonesia bisa dididik dalam suatu sistem pendidikan yang bagus, sementara akses mendapat pendidikan saat ini selalu harus berbsnding lurus dengan kekuatan finansial. Hanya mereka-mereka yang kaya yang bisa mendapatkan pendidikan bagus, sementara orang miskin tidak berhak atas pendidikan yang berkualitas. Sayangbya, negara juga tidak punya peran untuk mengatasi kondisi ini.
Oleh karena itu Indonesia ke depan harus mampu membebaskan kemiskinan pada rakyatnya dengan memiliki suatu sistem industri dalam negeri yang kuat dan mandiri serta dikelola oleh bangsa sendiri. Kemandirian di bidang industri menjadi keniscayaan jika Indonesia menginginkan suatu masa depan sejahtera dan terbebas dari kemiskinan.
6. Indonesia harus memiliki pemimpin nasional yang mandiri, berani, demokratis, dan bermental kerakyatan
Indonesia sedang mengalami krisis multi dimensional salah satunya krisis kepemimpinan. Banyak pemimpin-pemimpin yang diberi mandat oleh rakyat tak amanah, baik dieksekutif, legislatif dan yudikatif. Banyak dari mereka tak memberikan contoh keteladanan yang baik, melainkan mengajarkan kepada rakyat prilaku koruptif, asusila, suka berbohong. Kriris keteladanan ini juga merambah ditingkat daerah bahkan yang paling kecil lagi ditingkat desa.
Salah satu problem utama kepemimpinan bangsa Indonesia sekarang adalah masalah kejujuran. Para pemimpin bangsa ini mengalami kirisis kepemimpin karena mereka tidak jujur demi mementing hal-hal jangak pendek. Demi performa dan image para pemimpin kita banyak melakukan kamuflase dan kebohongan. Mereka tidak hanya berbohon terhadap bangsanya sendiri di dalam negeri, bahkan terhadap orang mereka tidak juur. Demi menarik pemodal masuk mereka menampilkan penampilan-penampilan tidak sebenarnya agar menarik mereka untuk melakukan investasi.
Selanjutnya, pemimpin kita tidak mandiri, terbukti dengan mayoritas pembuatan kebijakan kita yang didikte oleh asing. Problemnya ternyata bukan hanya pada sitem kepemimpinan kita, melainkan juga pada personal kepemimpinan. Pemimpin kita rata-rata dididik dalam suatu sistem pendidikan yang secara sistematis menjadika mereka tidak punya karakter yang kuat, melainkan sebagai hamba.
Pada era pemerintahan SBY ini, kebijakan-kebiakannya lebih banyak berpihak kepada kepentingan asing, khususnya Amerika. Beberapa produk undang-undang yang lahir pada era SBY lebih banyak bermuatan kepentingan asing seperti UU penanaman modal, undang-undang kelistrikan, dan undang-undang sumber daya alam lainya. Sedangkan berkenaan dengan perlindungan terhadap nasib masyarakat Indonesia, terkesan SBY melakukan pembiaran. Seperti ketidaktegasannya ketika warganya ditangkap oleh polisi Malaysia diperairan tanah air sendiri, penyiksaan TKW di luar negeri dan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang melarat.
SBY tak bisa menunjukan dirinya sebagai pemimpin yang pro terhadap kepentingan rakyat, melainkan pro terhadap kepentingan asing, selain itu SBY terkesan sebagi sosok pemimpin yang peragu, dan banyak melakukan politik pencitraan yang mengakibatkan ketidak percayaan masyarakat terhadapnya.
Masyarakat Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang mampu melindungi rsakyatnya dari kemelaratan, membela warganya ketika disiksa diluar negeri. Pemimpin yang berani melawan dikte-dikte asing khususnya negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Indonesia membutuhkan pemimpin yang tegas, tidak plin-plan, tidak peragu dan berani mengambil resiko jika itu yang terbaik untuk masyarakat.
Dengan kepemimpinan yang berkarkter, akan menjadikan masyarakat apresiatif bukan apatis, sehingga antara pemimpin dengan yang dipimpin akan bahu membahu membangun bangsanya. Seorang pemimpin yang berkepribadian kuat tak mudah goyah oleh kepentingan-kepentingan yang merugikan masyrakat meskipun hanya dia yang diuntungkan. Dengan berkepribadian kuat seorang pemimpIn akan memegang amanah yang diberikan rakyat supaya bisa kepemimpinannya bisa digunakan sebaik mungkin. Indonesia membutuhkan sosok pemimpin yang mampu membela warganya disaat mereka ditindas di negeri orang, mampu mensejahterakan rakyatnya, dan mampu memberi rasa aman buat rakyatnya dari rasa tidak aman akibat kekerasan antara masyarakt satu dengan masyarakat lainnya.
7. Demokrasi Indonesia yang sejati tanpa oligarki
Demokrasi yang saat ini dijalankan di negeri ini adalah jauh dari cita-cita demokrasi yang dicanangkan oleh para funding father kita. Demokrasi yang kita miliki saat ini masih bersifat sangat liberal dan mudah dikooptasi oleh kepentingan pemodal. Sehingga substansi demokrasi untuk menciptakan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa justru menciptakan kemiskinan dan pembodohan.
Substansi demokrasi di Indonesia sudah dikangkangi oleh mekanisme-mekanisme dalam demokrasi itu sendiri. Sebagai ilustrasinya adalah dalam pemilu, pemilu sebagai suatu mekanisme yang mutlak dalam demokrasi, lebih sering dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok anti-demokrasi namun memiliki modal banyak untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan mereka. Melalui kekuatan modal yang dimiliknya, mereka membeli suara untuk mewujudkan keinginan mereka menguasai suatu wilayah atau entitas politik tertentu. Keadaan ini menimbulkan suatu kekacauan di kemudia hari karena mekaanisme demokrasi yang idealnya menjadi jalur aspirasi rakyat justru menjadi sana untuk melegitimasi ekspolitasi dan penindasan oleh kelompok pemilik modal terhadap rakyat dan suber daya alamnya.
Belum lagi dalam hal kehidupan multikultur Indonesia, dalam alam demokrasi ini kekerasan demi kekerasan masih saja marak terjadi di mana-mana. Kelompok-kelompok yang anti-demokrasi seringkali memanfaatkan statusnya sebagai mayoritas untuk melakukan kekerasan terhadap minoritas. Makin parah lagi, kekerasan-kekerasan tersebut terkadang justru (secara tidak langsung) dipelihara oleh pihak keamanan sebagai cara untuk memperkuat bargaining mereka dimasyarakat dan pemerintah.
Sesungguhnya impian kami tentang demokrasi bukanlah sebagaimana yang disampaikan di atas. Impian kami tentang demokrasi adalah keterwakilan seluruh rakyat untuk mewujudkan kesejahteraan bersama dan mencapai keadilan sosial tanpa ada eksploitasi oleh kaum oligarki.

*Leonard Nova Christi Bata

0 Comments: