2008/02/01

Pelajaran dari Refleksi Natal dan Pemutaran Film Dokumenter PMKRI



Muhammad: Sosok seperti Paus Yohanes Paulus II tidak ditemukan di Kalbar

Kedamaian adalah cita-cita setiap orang, tidak ada satu orangpun yang tidak ingin. Berjuang untuk perdamaian adalah suatu hal yang mudah disebut, namun terkesan sulit untuk dilaksanakan. Berjuang untuk perdamaian memerlukan hati jernih yang terbuka dan tidak mudah menilai ajaran yang dianut adalah harga mati yang mutlak baik. Belajar memehami eksistensi orang lain menjadi penting untuk diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, terlebih dengan kesederhanaan diri yang mau tampil apa adanya dan mau menerima orang lain apa adanya. Demikian halnya sosok Paus Yohanes Paulus II, kesederhanaan dan tampil apa adanya membuat sosok ini begitu unik dimata bukan hanya bagi warga Kristiani, namun pula bagi warga dunia.

Demikian sekelumit catatan dari diskusi Refleksi Natal ala Perhimpunan Mahasiswa Katolik republik Indonesia (PMKRI) Pontianak yang dirangkai dengan pemutaran film dokumenter pada Sabtu (26/1) lalu di Margasiswa PMKRI Jalan Imambonjol Pontianak 338. Rangkaian acara yang diawali doa bersama dipimpin Bruder Alfonso, MTB cukup menyentuh kalbu. Kesederhanaan Natal menjadi spirit tersendiri dari rangkaian acara yang pula dikemas dengan penuh kesederhanaan, apa adanya. Menurut Gregorius Rigen, Koordinator acara mengurai hal tersebut dimaksudkan sebagai media untuk intropeksi diri bagi kader perhimpunan akan semangat kesederhanaan yang perlu dibangun bagi generasi muda sebagai pondasi nusa dan bangsa. Kesederhanaan kelahiran Yesus adalah pelajaran berharga yang pantas direfleksikan bersama, terutama bagi setiap kader perhimpunan.

Diantara kalangan mahasiswa yang sebagian besar kalangan kristiani, hadir pula Muhammad, SH, Direktur Pelaksana Center Research and Inter Religious Dialogue (CRID). Sosok aktivis perdamaian kelahiran Sampang ini didaulat hadir, karena Furbertus Ipud, SH yang direncanakan hadir akhirnya berhalangan karena masih berada diluar daerah. Pemutaran film mengenai riwayat perjalanan hidup Paus Yohanes Paulus II terasa menginspiratif. Hal itu terungkap dari setiap peserta diskusi bedah film yang dipandu oleh Hendrikus Adam selaku Mandataris RUAC/Formatur Tunggal/Ketua Presidium PMKRI terpilih.

Adalah Berry, mahasiswa STKIP Pontianak menilai ketokohan Paus Yohanes Paulus II pantas menjadi teladan. ”Satu hal dari beliau yang pantas diteladani yakni karena ia mau memaafkan orang yang telah mencoba membunuhnya. Karena itu, kita perlu berbuat kasih terhadap sesama,” ungkap Berry. Jay, ketua Ikatan Mahasiswa Katolik STKIP menilai rasa cinta kasih terhadap seluruh umat manusia menjadi tuntutan kita. Maka dari itu, Jay mengajak untuk mencurahkan cinta kasih guna mewujudkan perdamaian antar sesama, dan jadilah pembawa damai. Hal sama disampaikan Jon Minggus, aktivis PMKRI Pontianak. ”Dari kisah tersebut, saya merasa kehilangan tokoh perdamaian yang bisa memberikan pencerahan bagi dunia, maka dari itu semoga kader-kader perhimpunan dapat memberikan kedamaian bagi dirinya, keluarga dan masyarakat,” jelasnya.

Dalam paparannya, Muhammad SH menilai ketokohan Paus Yohanes Paulus II yang menginspirasi dunia terbentuk karena kondisi peperangan pada saat itu. Sosok yang bernama kecil Karol Yosef Wojtyla menurutnya adalah Pejuang Perdamaian yang sungguh-sungguh memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh tahta suci baginya dengan penuh tanggungjawab. Menurut Muhammad, perdamaian tidak akan pernah tercipta dengan kekerasan, dan Paus juga menghargai rasa kemanusiaan. ”Sosok Paus Yohanes Paulus II tidak ditemukan di Kalbar, karena di sini sibuk dengan identitasnya masing-maisng,” jelas Muhammad.

Sisi lain diungkapkan Bruder Alfonso, MTB. Sisi menarik dari Paus asal Polandia ini menurutnya adalah karena dia hidup apa adanya. Kesederhanaan Paus Yohanes Paulus II membuatnya bisa diterima banyak kalangan. Hal ini dibuktikan manakala Sang Pejuang perdamaian wafat, segenap warga dunia turut bersedih dan bahkan pimpinan dari berbagai belahan dunia tanpa mengenal batas hadir menyampaikan ungkapan kesedihan mendalam. Untuk mewujudkan perdamaian, identitas bagi Bruder Alfonso jangan dijadikan penghalang. Menjaga nilai-nilai yang baik adalah suatu keharusan.

Melalui refleksi tersebut terjawab dengan sendirinya bahwa semangat mau memaafkan, cinta kasih, semangat melayani, menghargai kelompok lain, kebebasan untuk memilih, kesederhanaan, rasa kemanusiaan menjadi penting diwujudkan dalam setiap pribadi, keluarga, masyarakat dan dunia guna menyongsong perdamaian di Kalbar khususnya. [pmkri.ptk]

.

0 Comments: