2008/03/27

Kesemartabatan Sebagai Citra Allah


PONTIANAK – Pentingnya pemahaman dan kesepahaman mengenai kesejajaran sebagai Citra Allah menjadi fokus utama untuk menjadi perhatian bersama dalam acara Animasi Lokakarya Pastoral Gender ; Membangun Habitus Baru, Kasih dalam Kesemartabatan sebagai Citra Allah yang berlangsung pada 27 hingga 29 Februari 2008 bertempat di Wisam PSE KAP Jalan WR. Supratman Nomor 100 Pontianak. Kegiatan ini dihadiri MJL. Sri Murniati dan Br. Yohanes Karman, SJ selaku fasilitator dari KWI, Ketua Komisi PSE KAP (P. Yerimias, OFM Cap) dan sejumlah narasumber lokal yakni Katharina Lies (Anggota DPDR Kalbar), Agung Widiastuti (Bapora PP Kalbar) dan P. William Chang, OFM Cap (Vikjen KAP). Kegiatan ini juga dihadiri tim dari PSE KAP, perwakilan paroki, Sekolah Tinggi Pastoral, organisasi gereja, media dan perwakilan dari PMKRI Pontianak (Hendrikus Adam dan Lidia Natalia S)sebagai bagian dari kaum muda.

Melalui kegiatan yang diselenggarakan Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) bekerjasama dengan Komisi PSE-Komisi Keadilan dan Perdamaian Keuskupan Agung Pontianak tersebut diharapkan persoalan gender yang selama ini lebih di identikkan dengan keberadaan kaum perempuan dapat dipahami bersama bahwasanya persoalan seputar gender adalah bagaimana kesejajaran/kesemartabatan antara laki-laki dan perempuan yang dari kondisi fisik hanya berbeda dalam hal biologis yang merupakan kodrat yang bersifat alamiah/universal. Kegiatan ini dirangkai dengan diskusi kelompok, penyampaian materi, dan pemutaran film dokumenter.

Sebagaimana dikatakan P. William Chang, OFM Cap, dalam konteks alkitabiah seperti dalam Kitab Kejadian dikatakan manusia diciptakan menurut Citra Allah, artinya manusia memiliki kemuliaan dalam pribadinya. Disamping itu dalam diri manusia mempunyai unsur kerohanian. ”Ayat tersebut menjadi titik tolak tentang kesetaraan gender. Manusia diciptakan menurut Citra Allah dalam artian antara laki-laki dan perempuan itu setara,” jelas William Chang.

MJL. Sri Murniati yang juga sekretaris eksekutif Gender dan Pemberdayaan Perempuan KWI menyampaikan bahwa penyelenggaraan kegiatan tersebut dimaksudkan sebagai upaya tindaklanjut dari Surat Kongregasi Ajaran Iman kepada para uskup tentang kerjasama antara pria dan perempuan tertanggal 31 Juli 2004. “Kita diajak untuk membangun kerjasama dalam mewujudkan habitus baru dalam menonjolkan kehidupan kesatuan bersama antara laki-laki dan perempuan yang selama ini diperdebatkan terutama mengenai peran dan kondisi kaum perempuan yang selalu diposisikan sebagai bagian dari masyarakat kelas dua. Dengan begitu banyak persoalan tentang perempuan, maka gereja tidak bisa diam. Kita mulai dari diri kita, keluarga dan masyarakat,” ungkap Murni. Dikatakan, laki-laki dan perempuan harus bekerjasama melawan sistem yang tidak adil agar apa yang diperjuangkan dapat diwujudkan secara bersama. Konstruksi sosial gender seperti budaya patriiarki menjadi bagian dari persoalan yang turut menguatkan pembedaan antara laki-laki dan perempuan. ”Gender adalah sebuah gerekan ibaratkan air yang terus mengalir. Karena sebuah gerakan maka dia berjenjang sehingga perlu untuk terus disosialisasikan dan bisa menjadi gerakan bersama. Ini merupakan tugas kita bersama yang dipanggil dan diutus yang harus dimulai dari diri kita sendiri,” jelas Br. Y. Karman, SJ.

Prioritas Rekomendasi
Dalam pertemuan yang berlangsung selama tiga hari ini, sedikitnya terdapat tiga prioritas permasalahan sosial kemasyarakatan soal gender yakni Traffiking dan KDRT, Kerusakan Lingkungan dan HIV/AIDs-Narkoba-Seks bebas denganupaya strategis meliputi penyadaran/sosialisasi kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan membangun jaringan. Sementara dalam sebagai tindaklanjut, peserta bersepakat untuk kembali pada komunitas maisng-maisng untuk menjadi ”garam dan terang” mengenai kesetaraan gender, juga terwacana adanya keinginan pembentukan Tim Gender yang beranggotanan peserta Lokakarya yang akan ditindaklanjuti melalui pertemuan berikutnya pada 11-12 April 2008 mendatang bertempat di Mess PSE KAP.

Kegiatan ini juga membuahkan berbagai harapan dari peserta. Elisabeth Maran dari WKRI Korda Kalbar mengaku memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Isu gender menurutnya telah lama, namun tetap saja menarik untuk diperbincangkan. Ia berharap ada tindaklanjut dari lokakarya tersebut. ”Apapun materi dan siapapun pematerinya kalau sampai disini saja maka tidak akan berarti banyak, maka dari itu perlu tindaklanjutnya,” tegas Elisabeth.

CD. Yan Kay dari PSE KAP berharap, kehadiran peserta dengan kegiatan yang telah dilaksanakan diharapkan menjadi awal gerakan gender kedepan. Ia berharap tugas tersebut dilaksanakan dengan sabar. ”Kita mencoba mengubah dunia dengan memulai hal-hal yang kecil, yang nantiya dapat menjadi besar, ibarat setetes air yang terus mengalir menjadi jumlah yang besar,” ungkapnya.

.

0 Comments: