2011/05/07

Memorandum Kemasyarakatan



PERHIMPUNAN MAHASISWA KATOLIK REPUBLIK INDONESIA (PMKRI)
SANTO THOMAS MORE CABANG PONTIANAK

(Di rumuskan dalam acara Rapat Umum Anggota Cabang/RUAC, Forum tertinggi organisasi di Cabang)

Perkembangan IPTEK yang mengglobal tidak biasa dihindari dalam kehidupan dengan sejumlah konsekuensi logisnya sebagai dampak yang kemudian membawa persoalan dimasyarakat. Kompleksnya persoalan terkait perkembangan IPTEK perlu mendapat perhatian bersama segenap komponen bangsa. Demikian halnya dengan kondisi tersebut, peran penting pengambil kebijakan (Pemerintah) diharapkan dapat melakukan langkah-langkah proteksi maupun perlindungan secara komperhensif terkait dengan berbagai ekses destruktif dari sebuah dampak produk global terhadap kondisi masyarakat. Hadirnya pemerintah sebagai “pelayan” yang mestinya sungguh berjuang untuk kepentingan masyarakat. Namun faktanya, kesenjangan antara teori dan praktek seringkali tidak berkesinambungan adalah persoalan serius yang mestinya mendapat perhatian.
Keterbukaan dan kebebasan akses informasi selalu dijadikan pembenaran dari implementasi arus besar ini tanpa melihat kerapuhan pondasi ekonomi sebuah negara. Namun menghadapi kondisi pada saat ini tidak mudah kita elakan melalui perdagangan bebas misalnya, menuntut sikap kritis berbagai elemen bangsa. Dalam kaca mata teoritis, krisis ekonomi selalu akan membawa krisis multidimensi di bidang ekologi, kebudayaan, norma, stabilitas politik dan kemajemukan bangsa.
Eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkonrol selalu menyisakan kerusakan ekosistem yang bedampak pada ketidakseimbangan alam. Sebuah kondisi memilukan manakala sebuah negeri ini kaya SDA, namun tetap saja miskin. Ketidakmampuan mengelola sebenarnya lebih pada support nyata dari upaya yang seharusnya dilakukan pemerintah untuk mengembalikan hasil kekayaan tersebut kepada masyarkat untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Bukan kemakmuran hanya untuk segelintir orang saja! Pengembangan usaha perkebunan monokultur skala besar secara massif tanpa memperhatikan keberadaan Hutan-Tanah-Air yang merupakan sumber hidup dan kehidupan masyarakat lokal telah melahirkan konseskuensi logis. Konflik, intimidasi dan perampasan tanah serta hilangnya “apotik dan supermarket” masyarakat lokal karena digarap melalui pembukaan Hutan-Tanah-Air skala besar adalah bentuk tindakan yang telah berhasil melukai hati maupun perasaan rakyat kecil.
Krisis norma juga menjadi perhatian yang sangat serius. Padahal sebelumnya, masyarakat lokal telah mempunyai konsensus kearifan lokalnya masing-masing. Menguatnya gerakan-gerakan kedaerahan sebagai wujud dari protes ketidakadilan yang mereka alami, hendaknya tidak menceraiberaikan makna dari semangat kebersamaan dan persatuan didalam keberagaman dalam bingkai NKRI. Semangat perlawanan rakyat melalui gerakannya hendaknya tidak berujung pada sebuah kondisi disintegrasi bangsa.
Melemahnya mentalitas melalui kesepakatan atau pelaksanaan nilai-nilai moral membuat batas-batas kebaikan dan keburukan yang selama ini terbangun menjadi bias. Oknum tertentu bisa semau mereka mengatasnamakan golongan atau kelompok tertentu Mengatasnamakan SARA ( Suku,Agama,Ras Dan Golongan ) untuk melakukan tindakan-tindakan yang merugikan kelompok lain, dan bahkan bisa mengancam integrasi bangsa, persatuan dan kesatuan Nasional serta menghargai dan menghormati kemajemukan bangsa.
Hal lain yang mewarnai dinamika masyarakat Kalbar khususnya dan Indonesia umumnya adalah fenomena perdagangan perempuan dan anak (trafficking), potensi pelanggaran HAM sebagai akibat dari kebijakan pembangunan dan tindakan aparat dalam berbagai kondisi yang cenderung represif serta kekebasan insan pers yang “dikungkung” oleh sikap repressif oknum tertentu.
Berbagai dinamika yang terjadi kiranya dapat disikapi secara arif dan bijaksana oleh setiap anak negeri ini. Semangat persatuan dan kebersamaan dalam realitas keberagaman harus menjadi panglima di republik. Kebersamaan atas keberagaman mutlak, dan ketidak adilan harus ditegakkan!
Dengan beberapa catatan diatas, melalui forum Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia ( PMKRI ) St. Thomas More Cabang Pontianak Tahun 2011 yang berasaskan Pancasila,Dijiwai Kekatolikan Dan Di Semangati Kemahasiswaan, sebagai bagian integral negeri ini menyerukan :

1. Mendesak agar Pemerintah Republik Indonesia dan pihak terkait lintas sektoral di daerah Kalimantan Barat agar tegas memastikan kedaulatan atas wilayah perbatasan dalam berbagai bidang seperti :
- Politik ; Mempertegas patok batas wilayah NKRI dikawasan perbatasan
agar tidak dicaplok pihak lain.
- Social : Menghentikan praktek perdagangan Manusia (Trafficing) dan
kekerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
- Budaya :Agar pihak terkait menghormati dan mengakui kedaulatan
masyarakat local dan keberagaman budayanya di wilayah
perbatasan.
- Ekonomi : Mendorong peningkatan sarana pendukung Perekonomian dan
Usaha Kecil Menengah Dan Mikro ( UMKM ) Masyarakat
Perbatasan.

2. Mendesak pemerintah untuk mempercepat pembangunan Insfratruktur disepanjang perbatasan dengan tetap mendorong agar warga mampu melakukan control dan akses atas segala potensi sumber dayanya.
3. Meminta pemerintah dan Pemerintah daerah untuk melakukan evaluasi serta menghentikan perizinan perkebunan sawit dan pertambangan Di Kalimantan barat.
4. Mendesak pemerintah daerah Kalimantan barat dan pihak terkait untuk melakukan penanganan komperhensif untuk memulihkan Sungai Kapuas dari pencemaran yang dialami.
5. Mendesak Pemerintah Indonesia untuk Menasionalisasikan Perusahan Asing Yang ada di Indonesia.
6. Menolak Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir ( PLTN ) di Kalimantan Barat Khususnya dan di Indonesia Umumnya.
7. Meminta Pemerintah merealisasikan Anggaran Pendidikan 20% dari APBN dan APBD.
8. Meminta pemerintah menyelengarakan Pendidikan dan Kesehatan gratis bagi Masyarakat kurang mampu.
9. Meminta adanya pengakuan Masyarakat Adat Oleh Negara dan perlu adanya PERDA perlindungan masyarakat adat di Kalimantan Barat.
10. Tegakan Supermesi Hukum dan usut Tuntas kasus korupsi,kolusi dan Nepotisme ( KKN) di Indonesia.
11. Hentikan Pelanggaran HAM
12. Mengutuk tindakan kekerasan dalam bentuk apapun yang mengatasnamakan Suku,Agama,Ras dan Antar golongan ( SARA )
13. Meminta pemerintah untuk menghormati kebebasan Beragama dan menganut Berkeyakinan bagi seluruh masyarakat Indonesia.
14. Mengajak masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat Kalimantan Barat Khususnya agar saling menghormati dan tidak gampang Terprovokasi atas berbagai isu yang menyesatkan yang dapat memancing terjadinya Konflik.

Demikian memorandum kemasyarakatan ini kami sampaikan sebagai respon atas berbagai fenomena sosial kemasyarakatan.


Pontianak,9-13 April 2011
Pro Ecclesia Et Patria


Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI)
Santo Thomas More Cabang Pontianak
TAHUN 2011


Catatan:
Draf Memorandum Kemasyarakatan ini dirumuskan bersama dalam acara forum resmi Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) PMKRI Pontianak, sebagai sebuah forum strategis dalam mengkaji dan merumuskan berbagai langkah maupun kebijakan internal organisasi, serta sebagai ruang untuk mengkaji dan mengkritisi kondisi sosial kemasyarakatan secara eksternal. Sidang Rapat Umum Anggota Cabang (RUAC) juga menghasilkan terpilihnya Mandataris RUAC/Formatur Tunggal/Ketua Presidium PMKRI Pontianak yang baru (Terpilihnya Leonard Nova Cristy Bata (085252573594) sebagai Ketua Presidium baru menggantikan Lidya Natalia Sartono Ketua PMKRI Pontianak sebelumnya ).

0 Comments: